M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan. (Foto Ajie Sukma-JAKSAT)

by M Rizal Fadillah

Bukan tidak mendukung optimalisasi seluruh elemen untuk sukses vaksinasi, akan tetapi menerjunkan anggota Badan Intelijen Negara untuk melakukan operasi “door to door” ke rumah warga untuk vaksinasi rasanya kurang pas. BIN bukan lembaga yang kurang kerjaan untuk berada di depan program vaksinasi. Presiden Jokowi yang telah memerintahkan penyebaran anggota BIN dari rumah ke rumah tersebut harus melakukan evaluasi kembali.

“Out of the box” mungkin langkah ini. Akan tetapi BIN adalah badan intelijen bukan lembaga kemasyarakatan atau aparat yang biasa melakukan kegiatan terbuka untuk dikenal masyarakat. Bukan pula badan penanggulangan bencana. Sektor terdepan untuk kegiatan vaksinasi adalah Kemenkes bukan BIN. Kecuali jika dicurigai ada elemen masyarakat yang melakukan serangan teror senjata biologis, maka deteksi BIN mungkin tepat.

Kekacauan penanganan pandemi Covid 19 di bawah pemerintahan Jokowi memang terbukti. Koordinator penanganan pandemi Jawa Bali adalah Menko Kemaritiman dan untuk luar Jawa Bali Menko Ekonomi. Mengapa bukan Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dimana Kemenkes berada dibawah koordinasinya ?

Sejak awal dikeluarkan Perppu No 1 tahun 2020 tanda-tanda pengelolaan Covid 19 sudah terlihat bakal kacau. Ada nuansa legitimasi untuk segala hal. Terbukti korupsi besar dana bansos terjadi di Kemensos. Menteri pun menjadi pesakitan hukum. Lalu menggunakan alasan Covid untuk penguatan oligarkhi dan kriminalisasi.

BIN yang melakukan “door to door” dalam kaitan vaksinasi tidak sesuai dengan Tupoksi BIN yang diatur dalam Perpres No 90 tahun 2012 tentang BIN. Fungsi utama BIN adalah penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan baik di dalam maupun luar negeri. Soal vaksinasi dapat dikerjakan oleh pegawai Kemenkes, Dinkes daerah, lembaga swadaya masyarakat, relawan masyarakat, atau organisasi lain yang relevan.

Melibatkan BIN sama saja dengan melibatkan Densus 88 untuk vaksinasi. Belum lagi sebagaimana ulasan Majalah Forum Keadilan edisi Juli 2021 dalam konteks lain, akan adanya apa yang disinyalir dengan intelijen hitam. Nah betapa bahayanya jika ada operasi intelijen hitam dalam “door to door” vaksinasi ini. Lepas kendali resmi.

Jika dibutuhkan bantuan BIN maka sifatnya tertutup dan bergerak sebagaimana lazimnya kegiatan intelijen. Ataukah ada anggapan kondisi negara ini sudah super darurat dimana instansi yang kompeten dianggap sudah tidak mampu lagi sehingga melakukan langkah luar biasa dengan menurunkan BIN ? Jika ini yang terjadi maka Presiden harus segera mengeluarkan Perppu untuk kemudian menjadi Undang-Undang melalui DPR.

Sejak BIN dipimpin Budi Gunawan, maka ada hal yang perlu dievaluasi. BIN yang tertutup dibawa ke ruang terbuka. Secara psikologis tidak bagus melibatkan Intel mendatangi rumah ke rumah. Masyarakat tidak boleh ditakut-takuti. Intelijen adalah kegiatan yang lebih menekankan pada prinsip kerahasiaan, anonimitas, dan operasi klandestin.

Benar bahwa Corona virus itu tidak kelihatan, namun penanggulangan bukan dengan operasi klandestin, kecuali jika kita yakin bahwa keberadaan Covid 19 adalah bagian dari serangan senjata biologis yang dikendalikan oleh negara asing yang melibatkan warga kita. BIN kompeten bergerak di depan.

Betapa hebat sepenggal motto BIN yang menjadi pengingat untuk evaluasi atas kebijakan “door to door”.

“Berhasil tidak dipuji, gagal dicaci maki, hilang tak akan dicari, mati tak ada yang mengakui”.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 18 Juli 2021