M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.(foto ajiesukma/JakSat)

By M Rizal Fadillah

KETIKA bicara sorban terbayang pembantu Presiden yaitu Staf Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Mochtar Ali Ngabalin yang selalu mengenakan sorban di kepalanya. Sebagai orang dekat Presiden kita selalu dengar akan puja puji kepada Jokowi yang kadang dinilai berlebihan. Tapi begitulah tipenya yang unik. Agar tidak mengganggu dan nyaman berada di ruang istana mungkin sorbannya dijaga untuk tetap wangi.

Kini kita berbicara tentang hal yang tidak berkaitan dengan Ali Mochtar Ngabalin, melainkan hanya terkait dengan sorban yang berfungsi sebagai alat uji kejujuran dan kebohongan. Sorban yang dicitrakan magis dan dapat menentukan kehidupan masa depan.

Adalah kisah Khalifah Harun Ar Rasyid dengan Abunawas. Khalifah meminta tolong kepada Abunawas yang cerdik tapi lucu untuk memberi masukan kepadanya tentang cara menguji kejujuran dan keculasan para menterinya. Lima orang yang akan diuji. Abunawas pening menerima tugas berat ini.

Sekembalinya ke rumah Abunawas berfikir keras namun gelisah juga. TItik terang muncul yang berubah menjadi kegembiraan saat Abunawas menemukan sorban yang sudah usang, berbau apek, dan sudah lama tidak pernah dicuci. Segera ia kembali ke istana dan menemui Khalifah merancang agenda pengujian para menteri tersebut.

Khalifah memanggil kelima menterinya menjelaskan bahwa ia menerima hadiah sebuah sorban karomah yang dapat melihat masa depan kerajaan. Kelima menteri diminta untuk mencium sorban ini dan jika ternyata sorban ini wangi maka artinya kekuasaan akan langgeng dan gemilang di masa depan. Sebaliknya jika sorban tersebut bau, maka kekhalifahan akan suram dan hancur.

Satu persatu dari kelima menteri mencium sorban tersebut. Menteri kesatu, kedua, dan ketiga memberi pandangan bahwa sorban tersebut sangat wangi. Artinya kekhalifahan akan gemilang. Berharap Khalifah senang menerima pandangan ini. Sedangkan menteri keempat dan kelima dengan gundah dan agak gemetar menyatakan bahwa sorban itu berbau apek.

Kini Khalifah mengetahui mana menteri pembohong dan penjilat, mana menteri yang jujur dan setia. Menteri kesatu, kedua, dan ketiga masuk penjara sementara menteri jujur keempat dan kelima mendapat hadiah. Begitu juga tentunya dengan Abunawas. Si cerdik lucu ini pulang dengan bahagia.

Para pemuja puji Istana menjadi biasa keberadaannya. Mereka adalah pembohong dan penjilat berbahaya. Penghancur negara. Bisa menteri, tukang dengung (buzzer) atau pencari kekuasaan lainnya. Mereka berlomba mendekat dan membisiki dusta tentang kehebatan raja. Puja puji bahwa Pemerintah tidak pernah kalah. Lawan dan rakyat yang mudah untuk ditipu dan dibohongi.

Nah pak Jokowi, belajar dari kisah ini, cobalah bapak pakai sorban usang dan berbau apek, lalu tanyakan kepada para pembantu di sekitar apakah bapak ganteng, wangi, dan berwibawa ? Lihatlah dan akan terbukti bahwa sebagian besar pembantu di dalam Istana adalah para pembohong dan penjilat.

Bau apek itu akan membuat semaput para penjilat. Tapi saking baunya bapak juga akan semaput pula. Tidak percaya ? Bisa juga dicoba.
Selamat dan sukses dalam kehidupan Istana yang penuh dengan kebohongan.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 23 Juli 2021