M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.(foto ajiesukma/JakSat)

By M Rizal Fadillah

DUA Kapolda melakukan perbuatan yang berbahaya bagi bangsa. Keduanya adalah Kapolda Metro Irjen Pol Fadil Imran dan Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri. Fadil Imran diduga terlibat sekurangnya dalam pembiaran terjadinya pembantaian 6 anggota Laskar FPI. Sementara Eko Indra ikut mengecoh publik atas uang 2 Trilyun dana keluarga Akidi Tio.

Irjen Pol Fadil Imran telah melakukan perbuatan berbahaya dengan mencoba mentersangkakan 6 orang korban pembantaian dan melindungi anggota Kepolisian Polda Metro Jaya yang bertindak sebagai Pelapor. Kapolda tidak menindak anggotanya yang kemudiannya berstatus Tersangka dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan tersebut.

Kapolda Sumsel di tengah pandemi yang mencekam telah mengecoh publik dengan publikasi saat menerima dana sumbangan 2 Trilyun dari Heryanti anak bungsu pengusaha Akidi Tio yang kemudian diketahui ternyata uang 2 Trilyun tersebut hanya “pasir” saja. Hoax atau prank ini akan menjadi catatan sejarah bangsa. Nama Eko Indra pun ikut melegenda.

Kapolri harus konsisten untuk membuktikan adanya langkah pembenahan di lingkungan Kepolisian dengan berani mencopot kedua Kapolda yang menghebohkan tersebut. Pembiaran atas pencemaran korps tentu berefek buruk bagi citra Kapolri sebagai atasan.

Khusus mengenai kasus hoax keluarga Akidi Tio masyarakat menuntut penuntasan segera. Pemberhentian Kapolda adalah pilihan terbaik di samping proses hukum cepat tersangka Heryanti dan pihak lain yang terlibat. Menurut Kapolda informasi awal datang dari Kadinkes Sumsel dan Profesor Hardi Darmawan, dokter pribadi keluarga Akidi Tio.

Masyarakat mengaitkan hoax 2 Trilyun dengan hoax Presiden soal dana 11.000 Trilyun. Dalam situs resmi Setkab, yang konon kini dihapus, tertulis “Datanya sudah ada, Presiden Jokowi : Uang kita yang disimpan di luar negeri Rp 11.000 Trilyun”. Ternyata uang itu hingga kini tidak terbukti keberadaannya. Fakta yang terjadi justru hutang yang berjumlah 6.416 Trilyun di bulan Mei 2021.

Di medsos netizen mencoba melakukan inventarisasi hoax Presiden mulai soal laku 6000 unit mobil Esemka, pengangguran digaji, sudah beli 2 juta Avigan, 50 juta masker, penguatan KPK, cetak 3 juta lahan pertanian, anak yang tak tertarik politik, persulit investasi asing, stop hutang luar negeri, stop impor, tidak bagi-bagi jabatan, hingga yang paling diingat yaitu ekonomi meroket.

Mulailah untuk menjalankan prinsip good governance dengan pemberantasan hoax pejabat negara. Janganpah hoax itu selalu dituduhkan kepada rakyat semata. Pencopotan Kapolda Sumsel adalah bukti keseriusan dalam membenahi aparatur negara. Pandemi membuat panik sehingga aparat kehilangan kendali dan kontrolnya lagi. Membabi buta dengan “uang pasir” 2 Trilyun.

Kapolda memang sudah meminta maaf atas ketidakhati-hatiannya, tetapi persoalan menghebohkan ini tidak cukup dengan meminta maaf. Ini bukan saat lebaran sebagai momen saling maaf memaafkan. Ini persoalan bangsa dan negara. Persoalan sosial, politik, dan hukum.

Ayo copot Kapolda Metro dan Kapolda Sumsel, Kepolisian masih memiliki sumber daya manusia yang lebih baik, profesional dan berakhlak.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 6 Agustus 2021