By M Rizal Fadillah

RAMAI pemberitaan bahwa mantan terpidana kasus korupsi Emir Moeis ditetapkan oleh para pemegang saham menjadi Komisaris dari anak usaha BUMN PT Pupuk Iskandar Muda. Politisi PDIP ini diangkat pada bulan Februari 2021. Koruptor yang dijadikan Komisaris BUMN bukan saja tidak patut tapi juga melanggar asas good governance.

Izedrik Emir Moeis dihukum 3 tahun penjara dan denda 150 Juta oleh PN Jakarta Pusat pada 14 April 2014 dalam kasus suap pemenangan tender PLTU Tarahan Lampung tahun 2004. Rekening Bank Century nya diisi dana USD 357 ribu hasil “hadiah” dari konsorsium Alstom Power Inc Amerika Serikat dan Marubeni Inc Jepang. Saat itu Emir menjadi Wakil Ketua Komisi Energi DPR.

Pengangkatan mantan napi korupsi ini tentu bukan tanpa sepengetahuan Menteri BUMN sebab dalam Pasal 6 Permen BUMN No 04/MBU/2020 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan BUMN mengatur kemungkinan Tim Evaluasi menyampaikan hasil kepada Menteri BUMN.

Untuk kesekian kalinya Menteri BUMN Erick Thohir menjadi sorotan atas pengangkatan Komisaris di lingkungan BUMN yang di bawah tanggungjawabnya. Sebelumnya adalah Abdi Negara Nurdin atau Abdee Slank yang diangkat menjadi Komisaris PT Telkom. Tim Sukses Jokowi yang pernah menjadi pemakai narkoba dan berfoto telanjang celana merosot menutup kemaluan ini diramaikan publik akan kepatutan dan kemampuannya.

Lalu Ahok mantan Wakil Gubernurnya Jokowi di DKI, figur kontroversial yang mantan terpidana kasus penodaan Agama telah diangkat menjadi Komisaris Utama PT Pertamina. Demikian juga Erick Thohir menjadi “tertuduh” dari pelanggaran Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2013 mengenai Statuta UI soal perangkapan jabatan Rektor UI Ari Kuncoro dengan Komisaris Bank BUMN.

Semestinya Erick Thohir sebagai Menteri BUMN bertanggungjawab atas “kekacauan” pengangkatan Komisaris di berbagai BUMN ini. Asas kepantasan, kompetensi, dan integritas nampak diabaikan. Pertimbangan politik lebih dominan sejalan dengan politik bagi-bagi kekuasaan dan kekayaan Pak Jokowi. Mundur adalah pilihan terbaik untuk Erick Thohir. Namun sayangnya di negeri ini budaya malu dan salah sepertinya sudah tidak ada. Mundur menjadi tabu bahkan seperti sebuah dosa.

Soal Emir Moeis yang kini mengemuka telah dikritisi MAKI yang meminta Erick untuk mencopot Emir. Namun semua tahu Erick Thohir butuh “petunjuk” Presiden dulu untuk ini. Tentu skeptis untuk terjadi pencopotan karena masalahnya Emir Moeis adalah kader PDIP yang menjadi bagian dari politik tawar menawar, tekan menekan serta sandera menyandera di lingkungan Istana. Suara publik akan menjadi angin lalu.

KPK sudah meminta Emir Moeis untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK. Pejabat KPK menyatakan “Jabatan publik diisi oleh figur yang anti korupsi dan memiliki track record yang baik”.

Erick Thohir itu Menteri payah. Jokowi pun sebenarnya memang Presiden yang payah.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 8 Agustus 2021