Salah satu pemukiman gunung Kanekes Baduy Luar (Cikadu) - ilustrasi, Jaksat

JAKARTASATU.COM – Penyelenggaran Kehutanan Tak Berpihak ke Rakyat. Aliansi Mahasiswa Peduli Tataruang Kirim Surat Terbuka ke Presiden Jokowi Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa pengertian lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

“Unsur dalam ruang adalah suatu kesatuan antara biotik dan abiotik. Lingkungan abiotik ini merupakan segala yang tidak mempunyai atau memiliki nyawa,” ujar Muhammad Fadel Ramadhan Kordinator Aksi Aliansi Mahasiswa Peduli Tata Ruang dalam rilisnya yang diterima redaksi, Senin 30 Agustus 2021.

Sementara komponen biotik merupakan setiap komponen dalam lingkungan yang merupakan benda hidup atau bernyawa. Suatu komponen tersusun menjadi suatu ekosistem. Ekosistem merupakan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan kehidupannya. Ekosistem dalam suatu Lingkungan dapat saja terjadi perubahan yang signifikan dalam suatu ruang yang terjadi akbiat perubahan Iklim.

Perubahan terjadi dalam suatu ruang diakibatkan oleh beberapa faktor yakni Efek gas rumah kaca, Pemanasan Global, Kerusakan lapisan ozon, Kerusakan fungsi hutan, Penggunaan Cloro Flour Carbon (CFC) yang tidak terkontrol, Gas buang industri.
Pemanasan global (global warming) merupakan fenomena yang terjadi di bumi berupa peningkatan suhu rata-rata atmosfer sebagai akibat dari meningkatnya laju emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer.

“Pemanasan global diduga terjadi baik karena proses alami (natural process) maupun akibat kegiatan manusia (anthropogenic intervention). Meningkatnya laju emisi GRK ke termosfer yang merupakan akibat dari meningkatnya kegiatan manusia, terutama berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil (minyak, gas bumi dan batubara), serta alih fungsi hutan dan tata guna lahan yang intensif dalam luasan yang besar. Kegiatan manusia tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan perubahan komposisi alamiah atmosfer, yaitu peningkatan jumlah gas rumah kaca secara global yang menyebabkan terjadinya peningkatan efek gas rumah kaca di atmosfer sehingga menyebabkan pemanasan global,”tambahnya.

Perubahan iklim yang terjadi secara terus menerus juga menimbulkan dampak tersendiri bagi kehidupan masyarakat seperti yang kami rasakan sekarang-sekarang ini yakni Curah hujan tinggi, Musim kemarau yang berkepanjangan, Peningkatan volume air akibat mencairnya es di kutub, dan Berkurangnya sumber air,lanjutnya.

Antisipasi yang dapat dilakukan mengembalikan lagi fungsi hutan sesuai dengan zonasi yang diterapkan.

Menganut pada data statistik yang diterbitkan KLHK dan Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2007 hingga 2019, jumlah Luas Dataran Kawasan Hutan berkurang 10.783.414 Ha Fungsi hutan dalam suatu wilayah semestinya harus dapat diperhatikan Kembali.

Fungsi suatu hutan dalam Peraturan Menteri No 27 tahun 2018 yakniHutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan poin berikutnya dijelaskan mengenai Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Agar mencegah dari perubahan iklim maka semestinya lingkungan yakni kawasan hutan dapat dijaga keasriannya.

Dalam hal ini Aliansi Mahasiswa Peduli Tata Ruang menuntut :

1. Menuntut kepada Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Lngkungan Hidup dan kehutanan mengkaji Kembali Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan, point tinjauan yakni:

a. KLHK Menjaga Komitmen Kelestarian sesuai tupoksinya dalam PP 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, yang tidak memiliki Roh Kelestarian.
b. Kembali atau mengacu PP 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan sebagaimana telah dirubah beberapa kali, kami dipandang baik meskipun tahapan pelaksanaan harus dievaluasi karena PP 24 Tahun 2010 dapat memadukan antara kepentingan Investasi, Perbaikan

Perbaikan Taraf Kesejahteraan Masyarakat, Pemerataan Ekonomi, Perputaran Roda Ekonomi pada lapisan masyarakat sekitar hutan, Peluang Keterbukaan Lapangan Pekerjaan, Perbaikan Tutupan Hutan, Penambahan Luasan Hutan dan Kelestarian.
c. Dalam penyelenggaraan Forestasi, Reboisasi, Pelepasan Hutan, serta Konpesasi lahan hendaknya memperhatikan faktor value dari ekologi dan pengentasan kemiskinan di sebuah wilayah.
d. Mengingat PP 23 Tahun 2021 sangatlah berpotensi merugikan keuangan Negara dan Berpotensi terjadinya transaksional terselubung yang menggiring pada Praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dalam penerbitan kebijakan, atas dasar tersebut wajib kiranya Presiden segera segera membentuk tim khusus KPK dalam hal pencegahan korupsi pada SDA, khususnya terkait Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dan Pelepasan Kawasan Hutan.
e. Mendesak dibetuknya tim khusus yang digawangi oleh BPK dan KPK, untuk memeriksa para penunggak kewajiban penggantian lahan kompensasi yang dipandang sengaja menunda-nunda kewajiban dengan alasan keuangan, yang kami pandang tidak masuk akal dengan ditunda-tundanya pemenuhan kewajiban pemegang IPPKH dalam hal pemenuhan Lahan Kompensasi.
f. Mempertimbangkan untuk mencabut IPPKH dan tidak menggantikannya dengan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (baik sebagai pengganti maupun baru) terhadap para penunggak kewajiban IPPKH dalam hal pemenuhan kewajiban Lahan Kompensasi.
g. Memasukan perusahaan pemegang IPPKH yang menunggak kewajiban pemenuhan Lahan Kompensasi serta kewajiban lainnya sebagai pemegang IPPKH sebagai perusahaan HITAM yang tidak akan diberikan pelayan dalam berusaha, dikarenakan tidak mematuhi kewajiban, berpotensi merugikan negara dan masyarakat, serta kelestarian lingkungan.
h. Menetapkan mekanisme investasi dengan tetap memperhatikan penambahan luasan kawasan hutan dan perbaikan tutupan hutan.

“Yang Kedua kami aliansi Mahasiswa Peduli tata ruang menghimbau kepada setiap elemen masyarakat agar dapat menciptakan Lingkungan yang aman nyaman dan berkelanjutan sehingga isu Global Warming dapat terantisipasikan atau diperlambat,” paparnya.

Fadel menambahkan, pemerintah menunda dikeluarkannya Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, hingga permasalahan penuggak kewajiban Izin Penggunaan Kawasan Hutan dapat segera memenuhi kewajibannya sebagamana PP 24 tahun 2010 sebelum kemudian diperbaharui menjadi pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan.

“Menunda Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan baru sebelum para penunggak kewajiban IPPKH sebeleum terbitnya PP 23 tahun 2021 memenuhi kewajibannya terlebih dahulu,” terangnya.

Kami juga meminta PNBP Lakom yang akan ditetapkan pada para pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, berada pada nilai yang masuk akal bagi pendapatan negara serta beban biaya perbaikan lingkungan.

“Bersama Menteri terkait, untuk Menerbitkan kebijakan rasional dengan membagi nilai PNBP Lahan Kompensasi bagi kepentingan perbaikan lingkungan di Propinsi dan Kabupaten Kota, yang dipantau oleh BPKP, BPK dan KPK,” ungkapnya.

Kami mengecam keras Tindakan Pelepasan Hutan yang masif, Penambangan Liar dan Penebangan pohon illegal dan ekploitasi hutan secara besarbesaran yang tidak bertanggung jawab atas lingkungan.

“Kami aliansi pemuda peduli tata ruang Bersama elemen masyarakat siap mengawal Perubahan PP no 23 tahun 2021 agar dapat menjaga dan menselaraskan tujuan ekonomi yang beriringan dengan azas kelestarian agar tidak terjadi kebencanaan- kebencanaan yang diakibatkan oleh deforestasi mempercepat terjadinyapemanasan global,” pungkasnya. (tam/jaksat)