Oleh: Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial)
DUA dekade pascatragedi 9/11, kini rupanya isu radikalisme dan terorisme ingin terus digulirkan. Padahal, pasukan dari produsen isu utama dagelan terorisme dunia AS harus mengakui kekalahan menghadapi Taliban di Afghanistan.
Alasan memburu Osama bin Laden yang diduga sebagai dalangnya teroris di balik penghancuran Gedung World Trade Center (WTC) di New York City, 11 September 2001 duapuluh tahun lalu yang konon bersembunyi di Afghanistan, kini terbukti hanya sebagai dongeng belaka. Walaupun demikian, AS telah berhasil membius dunia dengan monster yang menakutkan bernama teroris.
Kini, tiba-tiba beberapa hari terakhir menjelang peringatan duapuluh tahun tragedi 9/11, timbul polemik gegara pernyataan pengamat pertahanan dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, yang membeberkan tentang ciri-ciri radikal dan teroris.
Disebutkan oleh Susaningtyas di antara ciri-cirinya: Tidak hafal nama-nama Partai Politik (Parpol), tidak pasang foto Presiden dan Wakil Presiden, tak mau menghafal nama-nama menteri, dan soal bahasa Arab. Tuduhan keji semacam ini tak urung menimbulkan kegaduhan baru.
Tudingan atau tuduhan ciri-ciri di atas sepertinya tak selevel harus disampaikan oleh seorang yang mengatasnamakan pengamat pertahanan dan intelijen. Jika sebagian pihak memang masih berharap isu radikalisme dan terorisme terus bergulir, sebaiknya disampaikan ciri-cirinya yang agak eleganlah. Jangan terkesan ada ketidaknyamanan usai Taliban berhasil mengusir penjajah dari negeri Afghan.
Ciri-ciri radikal dan teroris yang disampaikan Susaningtyas tak urung menimbulkan kegaduhan, tatkala menyebut keterkaitannya dengan bahasa Arab termasuk cirinya. Pertanyaannya, ada apa di balik penyebutan ciri yang satu ini? Sadarkah ciri yang satu ini merupakan hal yang sangat sensitive?
Atau memang sengaja disampaikan hanya sebagai Test The Water? Usai Test The Water digulirkan lalu dinilai mendapatkan respon penolakan yang cukup signifikan atau kegaduhan, maka seperti biasanya muncul klarifikasi sebagai pembenarannya.
Semoga para pejabat publik tidak lagi membuat pernyataan-pernyataan atau narasi-narasi yang dapat membuat kegaduhan baru, terlebih kondisi negeri ini masih sedang menghadapi pandemi yang belum dapat diprediksi kapan berakhirnya.
Bandung, 11 September 2021