JAKARTSATU.COM Menyaksikan pameran seni visual bertema “Keluyuran” karya Hagung Sihag sangatlah menarik. Seniman ini memiliki citarasa dalam seni grafis yang layak dan patut dicermati eksistensinya.
Karyanya dalah satu ejawantah dan tafsir saat ini melihat masa Pandemi. Hagung memaknai gambar dengan objek yang digambarkan pada persoalan sekitar kita, ada makna dan ruang. Ia menangkap konsepsi tentang apa dibalik makna gambar.
Pameran yang digelar pada 9 – 30 Sep 2021 ini berangsung di Rolling Door Art Gallery Jalan Durian Jagakarsa Jakarta Selatan. Kekuatan karya Hagun dari catatan Kurator Frigidanto Agung bahwa gambaran nyata tentang Petruk pada drawing Hagung merupakan essensi pemikiran tentang representasi idiom yang digambarkan secara lugas.
“Petruk adalah tokoh cerita yang ada pada dunia pewayangan. Semula Petruk adalah ksatria yang gagah perkasa, karena kesalahan yang dia alami berubah menjadi bentuk sedemikian rupa. Selain itu Petruk merupakan suatu pengalaman hidup
bagi yang mencermati duania perilaku,” tulias Frigidanto.
Frigidanto menambahkan bahwa bagaimana sosok Petruk berperilaku setelah berubah wujud, tidak menjadi ksatria tetapi menjadi anggota punokawan, jelasnya.
Bagaimana perilaku Petruk setelah menjadi Punokawan?
Petruk mempunyai kegemaran ngebuat joke, humor yang membuat penonton tertawa, juga cerita-cerita yang lucu. Semua cerita mempunyai refleksi pada kehidupan orang
yang ada dalam masyarakat. Sehingga penonton tergugah ketika ditengah cerita Punokawan hadir. Kejadian-kejadian lucu, humor dan kelakar selalu menyertai cerita, menghidupkan cerita. “Begitulah adaptasi Petruk menjadi tokoh yang berkesinambungan dalam cerita pewayangan. Petruk tidak sendiri, selalu menyertai Gareng dan Bagong. Masing-masing mempunyai karakternya sendiri. Saling mendukung ketika mempunyai asalah untuk diselesaikan,”jelasnya.
Hagung kata Frigidanto adalah seniman yang mendalami seni grafis, ia membingkai pemikiran karya grafis dengan berbagai material, sehingga secara kesatuan nampak bahwa sajian pameran ini adalah pameran fine art dalam perspektif yang
konseptual. “Idiom Petruk adalah konsep berpikir dalam menyajikan karya seni dengan dasar konsep yang kuat. Sedangkan material yang bermacam-macam yang digunakan merupakan jembatan bahwa tidak hanya satu material yang dapat dipakai untuk mengulas pemikiran,”bebernya.
Hagung Adalah seorang yang memiliki ketekunan dalam membidangi seni grafis mulai dari selesai pendidikan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta jurusan Desain Komunikasi Visual, tahun 1992, membuat kematangan berpikir dalam menjelajahi konsep-konsep penciptaan seni lewat seni grafis terlihat nyata. Dari waktu ke waktu selain sebagai anggota Asosiasi Desain Grafis Indonesia, mempunyai dedikasi kuat terhadap cara mengembangkan grafis dalam kerangka pemikiran. Hal ini menjadi sumbangan dalam pemikiran karya-karya dan pemilihan material pameran tunggalnya kali ini.
Selain itu dalam perjalanan membidangi seni grafis Hagung juga mendirikan rumah grafis Sekar Grafis Design & Ilustrasi, sejak 2004. Juga menjadi juri lomba desain dan ilustrasi nasional dan internasional.
Aktif mendukung beberapa kegiatan FDGI serta tercatat sebagai anggota ADGI chapter Jakarta mulai 2008. Saat ini seluruh waktunya didedikasikan untuk pendidikan desain, penelitian dan project personal Art & Illustration. Hagung Kuntjara SW aka Hagung Sihag, terlahir 4 maret 1968 dari pasangan Sabar Adi dan Sri Murniati, guru pendidik seni di kota kecil Kediri, Jawa Timur. Tumbuh dan menyenangi corat-coret di lingkungan pembuat Billboard & Lettering Sanggar SA milik sang Ayahanda. Memenangi berbagai penghargaan lomba lukis anak tingkat kodya hingga provinsi Jatim.
Sekitar tahun 2003 mulai mengajar di DKV Binus University hingga sekarang dan sejak tahun 2011 diberi kepercayaan sebagai Head of Program – Creative Advertising. Melanjutkan S2 di DKV Pascasarjana ISI Yogyakarta 2013. Melakukan beberapa penelitian desain dan budaya atas sponsor DIKTI tahun 2007-2008, dan terus melakukan penelitian desain atas sponsor Binus University sejak tahun 2010 hingga sekarang. Berbagai penghargaan yang pernah disabetnya salah satunya: Creative Conquest Awards, Nomination for The Best – Greeting Card Design, Conqueror Arjo Wiggins LTD, 1996. Selain itu berbagai seminar internasional, sebagai pembicara, diterimanya setiap tahun tentang wacana desain grafis dan perkembangannya kini. Salah satu publikasinya yang menarik tentang kritik seni pernah dipublikasikan dengan judul: Kritik Seni dengan Kasus ‘Festival Seni Rupa Ngayogyakarta Hadiningrat,’ Humaniora Vol.4 No.2, 2013.
Tema “Kluyuran” mendasarkan pada pemikiran tokoh pewayangan bernama Petruk. Salah satu anggota punokawan yang selalu menyertai, Semar, Gareng dan Bagong. Kenapa dipilih Petruk, sebagai idiom dalam karya pada pameran ini? Petruk adalah model perlawanan terhadap ketidak seimbangan dalam kehidupan. Petruk memberi trigger terhadap ketidakadilan. Petruk berperilaku mengingatkan, secara tidak sadar, pada orang lain. Tidak dengan menyuruh, menasehati atau berpihak pada dirinya. Tetapi Petruk memperlihatkan daya lakunya dalam hidup. Bahwa makhluk hidup, khususnya manusia, harus waspada dalam mengarungi hidup. Dalam prakteknya Petruk seringkali menerobos dengan perilaku tidak sopan. Untuk memberi pelajaran bagi yang lain. Tidak pandang bulu siapa yang diberi pelajaran. Baik Raja, teman sejawat atau orang lain yang dia kenal.
Hagung dengan karya merespon ruang 3×4 dengan karya lebih teratur dan cenderung dinamis, mungkin karena ketertiban Hagung dilatari oleh terbiasanya mengerjakan desain grafis. Jadi ada kekuatan dunia seni grafis yang semua karyanya drawing baik diatas kertas maupun di atas bentangan kain yang dipajang. Dan bahkan dibuat dalam batang besi yang di display oleh perangkat las dan merespon dinding galeri. Dalam Kluyuran Petruk di Jagakarsa ini, Hagung telah mewujudkan warna baru dan karya ini penuh menginspirasi bagi para apresiator yang menyaksikan semangat TANDUR SYUKUR yang disampaik seniman ini dalam masa pandemi. Salam Sehat.***
AENDRA MEDITA