Oleh: K.H. Athian Ali M. Da’i, Lc.,M.A.*
Pernyataan “Semua Agama itu sama, dan di mata Tuhan semua Agama itu benar” tentu sangat sulit diterima oleh setiap orang yang beragama.
Bagaimana tidak, pernyataan seperti itu tentunya akan melahirkan pertanyaan: Siapa Tuhan yang dimaksud dalam pernyataan tersebut? Karena tidak ada satu agama pun dalam keyakinan masing-masing orang beragama yang Tuhannya menyatakan pernyataan seperti itu.
Setiap orang yang beragama pasti meyakini jika Agamanya-lah yang benar dan yang lain tidak benar. Akal sehat setiap orang pasti akan menyatakan, jika kebenaran itu pasti hanya satu. Mustahil kebenaran bisa lebih dari satu sementara yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan dan bertolak-belakang.
Ketika ada seseorang mengatakan jika si X sedang sakit di Bandung. Pada saat yang sama yang lain menyatakan jika si X sedang ke Surabaya. Sementara yang lain malah menyatakan jika si X sedang melaksanakan umrah di Tanah suci, (padahal si X itu hanya seorang) maka mustahil ketiga berita itu semua benar. Yang mungkin benar, semua berita tentang si X itu salah, karena yang benar si X ada di Jakarta, misalnya. Atau salah satu dari tiga berita itu yang benar yaitu si X sedang Umrah. Jika yang benar itu si X sedang umroh, maka berita yang selain itu semua salah dan tidak benar.
Atau dalam contoh lain, menurut seseorang si X belum menikah. Pada saat yang sama orang lain menyatakan si X telah menikah tapi belum punya keturunan. Sementara yang lain lagi menyatakan jika si X itu telah menikah dan punya anak. Maka mustahil ketiga berita tentang si X itu benar. Jika yg benar itu si X belum menikah, maka berita bahwa si X telah menikah tapi belum punya anak dan atau telah menikah dan punya anak pasti berita yang tidak
benar.
Dengan demikian, ketika seorang meyakini Agama yang diyakininya-lah yang benar, maka semua yang berbeda dan bertentangan dengan agama tersebut dalam keyakinan dirinya pasti tidak benar. Sebagai misal, ketika seorang muslim meyakini hanya Islamlah satu-satunya agama yang benar yang diturunkan Alloh SWT kepada manusia, maka jika ada seseorang memilih beragama selain Islam maka pasti pilihannya itu tidak benar dan ditolak oleh Alloh (Q.S .Ali Imraan:85)
Fanatik dalam batasan keyakinan seperti ini mutlak harus dimiliki oleh setiap orang yang beragama. Karena jika ada seseorang meyakini semua Agama benar, padahal jelas masing-masing agama memiliki prinsip keyakinan dan syariat yang berbeda, maka tidaklah salah jika dikatakan, jangan-jangan yang bersangkutan tidak memiliki keyakinan dalam beragama.
Yang tidak bisa dibenarkan adalah fanatik dalam bentuk misalnya memaksa orang lain untuk meyakini kebenaran Agama Islam yang tidak diyakininya (Q.S. Al Baqaroh:256). Atau melakukan penodaan, pelecehan dan penghinaan terhadap agama yang dianut orang lain. Justeru sebaliknya, setiap orang dituntut untuk menghormati dan menghargai hak setiap orang untuk memiliki agama yang berbeda dengan agama yang diyakininya.
Inilah sesungguhnya hakikat dari toleransi “Lakum diinukum waliyadiin” – Bagi kalian agama kalian dan bagi aku agamaku – (Q.S. Al Kaafiruun : 6)
Dengan demikian, pernyataan bahwasanya semua Agama itu sama dan di mata tuhan semua Agama itu benar, sangat tidak masuk akal sehat. Apalagi jika dikesankan seolah-olah pernyataan tersebut disandarkan kepada Tuhan, karena menurut semua Agama, tidak pernah Tuhan menyatakan pernyataan seperti itu.
* Ketua Umum (Ketum) Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) / Ketum ANNAS Pusat.