M Rizal Fadillah /Foto by AME Jaksat

By M Rizal Fadillah

SASANINGTYAS Nefo yang mengklaim pengamat intelijen bisa membuat ciri-ciri teroris berbasis Islamophobia dengan analisis gampangan. Untuk mengendus ciri-ciri geliat komunis dapat dengan analisis gampangan juga. Tak perlu pusing pada kritik, ya mbak. Mau disebut abal abal atau fikiran dengkul oke oke saja.

Nah ciri-ciri geliat komunis di negeri ini yang bisa dilempar, yaitu :

Pertama, revolusi mental sebagai aktualisasi dari slogan Ketua CC PKI DN Aidit yang memulai dengan menghapus nama dirinya “Ahmad”. Berakar dari filsafat Karl Marx dan dipopulerkan oleh pendiri Partai Komunis Tiongkok Chen Duxiu dan Li Dazhao untuk mencuci otak kelompok buruh dan petani agar berani melawan kekaisaran. Revolusi Mental Jokowi ternyata gagal pula.

Kedua, meminimalisasi bahkan mengeliminasi peran agama dan tokoh-tokoh agama. Agama ditempatkan sebagai penghambat kemajuan dan pembangunan. Agama bersimbol politik adalah musuh yang harus dihabisi. Persekusi dan krimininalisasi ulama dan tokoh agama menjadi model dari kebijakan politik. Pembubaran HTI dan FPI, penzaliman HRS, Munarman, serta pembunuhan sadis 6 laskar menjadi indikasi.

Ketiga, penistaan agama merajalela dan terproteksi. Buzzer bayaran bukan saja membela tuan jilatannya tetapi juga menyerang keyakinan agama. Sebutan Kadrun, teroris, radikalis adalah peluru tembakan. Belum lagi penghina seperti Zhang dan Kace. Bagus juga Bonaparte membuat Kace tidak kece.

Keempat, perlindungan dan persahabatan dengan RRC. Komunis butuh support global dan saat ini pengendali kekuatan global itu adalah Republik Rakyat China. Investasi dan “debt trap” RRC berimplikasi politik. Kerjasama Partai Politik dengan Partai Komunis China tidak boleh dianggap sederhana. Demikian juga PKC yang telah sukses menginjak Istana.

Kelima, kepercayaan diri tokoh-tokoh minoritas untuk tampil di panggung politik akibat dukungan taipan. Setelah ekonomi dihabisi kini ruang politik dijajagi dan dikangkangi. Menjadi bagian dari kekuatan oligarkhi yang dominan mengendalikan negeri. Atmosfir untuk geliat komunis tengah diciptakan.

Keenam, kehadiran TKA China di Indonesia. Mereka dipastikan berideologi komunis karena ketentuan hukum kewarganegaraan negeri China. Mendapat dukungan dan perlindungan dari warga China diaspora. Ada kekhawatiran para pekerja itu juga adalah tentara merah yang disusupkan.

Ketujuh, adu domba antar agama dan golongan dengan menyembur fitnah. Konflik dibangun. Mendorong perkembangan faham sesat seperti Ahmadiyah, Syi’ah, Baha’i juga mistik-mistik dan Nabi Nabi palsu.

Kedelapan, semangat untuk menghapus Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 karena dianggap menghalangi pengembangan Komunisme. Mendengungkan perlindungan keberadaan faham kiri termasuk sosialis komunis sebagai bagian dari HAM.

Kesembilan, gerakan pelurusan sejarah dengan membangun citra bahwa pelaku kudeta itu bukan PKI tetapi Soeharto, PKI sebagai korban, skenario Amerika, serta mengangkat kasus-kasus pembunuhan kader PKI oleh TNI dan umat Islam. Ditambah dengan membangun isu rekonsiliasi dan rehabilitasi.

Kesepuluh, banyak yang teriak komunis sudah tidak ada. Komunis sudah kompromi dengan Kapitalis, tunjukkan mana PKI atau Komunis di Indonesia, serta ungkapan serupa agar abai dengan faham Komunisme. Ryamizard Ryacudu menyatakan bahwa mereka yang teriak Komunis tidak ada itu sebenarnya adalah Komunis.

Kewaspadaan terhadap gerakan Neo PKI, Neo Marxis, dan Neo Komunis harus terus ditingkatkan. Oligarkhi dan korporatoktatisme serta jurang kaya dan miskin yang semakin lebar membuka celah untuk tumbuh dan bangkit Komunisme. Penyusupan pada birokrasi, partai politik, dan instansi pemerintah lainnya adalah model gerakan tanpa bentuk dari PKI dan Komunis.

Pilihan hanya waspada, tangkal, dan basmi atau kita yang babak belur dihabisi. Komunis adalah ideologi nir-moral dimana para pendukungnya adalah babi-babi yang buta. Komunis lebih dari sekedar ideologi, kini ia telah bermutasi menjadi pemain watak yang mahir bersembunyi.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 21 September 2021