Suif, memang sejak 20 Januari 1968 pernah mendapat SK No.SS 28/Sk/68 tgl.20-01-1968. SK ini menyangkut uang tunggu karena ada tugas waktu itu sepulang dari Jakarta tanggal 30 September 1965 saya istilahnya diamankan Kodim Prabumulih Sumsel karena saya disangka terlibat dala Geraan 30 September. Padahal saya berangkat ke Jakarta pada 27 September 1965 untuk menghadiri Ulang Tahun PNKA 28 September 1965 di Senayan Jakarta dengan mendengarkan Pidato Preiden Sukarno, itu atas tugas dari pimpinan PNKA Sumsel.
“Saat itu saya diamankan Kodim dan terima surat telegram dari PNK Sumsel untuk di Non Aktifkan selama saya diamankan,” kisah Suif penuh haru.
Suif juga menjelaskan bahwa pengamanan saya adalah karena saya dikuatirkan terlibat, G 30 S di Jakarta. “Namun setelah diperiksa dan diproses Kodim sayan dibebaskan sementara dengan syarat wajib lapor, namun Kodim juga akhirnya membebaskan penuh karena saya tidak terlibat dengan surat Bebas G 30 S No. 435-I/16/9/1967, saat itu dari PNKA tak beri putusan apapun, dan saya pulang kesini (Sumedang) ini,” beber Suif.
Dikatakan Suif bahwa segala urusan tugas saya di PNKA kantor Ekplotasi Palembang Sumatera Selatan saya serahkan ke saudara saya yang tinggal di Palembang. Baru pada tahun 1969 saya menerima SK No SS 8269/Sk/69 tanggal 1-11-1969 tentang pemberhentian dengan hormat dan mendapatkan Hak pensiun yang akan dibayarkan yang jatuh temponya 1-11-1985.
“Saya waktu itu pernah mengurus surat ke Balai Besar PNKA Bandung bagian cq.UP KUP Bag pensiunan dan Tunjungan sesuai petunjuk SK dan juga ke PNKA kantor Ekplotasi Palembang Sumatera Selatan tapi tak dapat respon, sempat menjadi hilang semangat dan frustasi, tapi saya tak habis pikir, saya juga kirim surat ke saya ajukan kembali pada tahun 2010, namun baru terbit SK no Kp 605/IV/04/DR III SS 2010 tanggal 19-4-2010 PNKA Sumsel dan lalu diserahkan ke Balai besar PNKA di Bandung. “Penyataan saya ini saya serahkan ke Allah semoga menadpat menikmati pensiun saya yang mana keringat saya pernah mengabdi ke negara dan kini saya tinggal di dusun,” jelasnya.
Kisah Suif ini memang menyedihkan sekaligus memilukan karena nasib dia yang tak pernah terima pensiun ini adlaah dilema bagi sebuah BUMN yang kini sedang manja bangsa ini. Karena Suif ini punya pandangan luas dan wawasan yang cerdas pria beristri Juarsih yang lahir 1939 ini menuntut haknya. Maka pada tahun 2016 ia berkirim surat pada 22 April 2016 ke Presiden RI Cq, Sekretariat Kabinet RI yang isinya sejak 1985 tak pernah terima pensiun. dan melampirka sejumlah berkas.
“Saat itu saya masih usia saya 81 tahun, saya kirim surat ke Presiden,”ungkap Suif.
Saat ini Suif bukan ingin mengadu ke media dan dibaca banyak orang, namun ia menuntut haknya saja. Bahwa dia tak pernah terima pensiun sejak 1985, sebagai petani dikampung hidup dengan hasil tani dan ternak. Jadi apakah menteri BUM datau Dirut PT KAI saat ini peduli terhadap nasib Suif? Kita lihat saja nanti….(JAKSAT/AT)