By M Rizal Fadillah
Meski terlalu dini berbicara Pilpres 2024 namun gejala Pilpres 2024 sarat rekayasa sudah terbaca. Kepentingan dominan Istana sangat terasa. Di tengah wacana perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode melalui amandemen UUD 1945 atau perpanjangan masa jabatan hingga tahun 2027 dengan alasan pandemi, skenario Pilpres 2024 juga disiapkan. Istana berjuang untuk tetap “berkuasa”.
Pertama, Presidensial Treshold 20 % adalah awal untuk mempertahankan kekuasaan kubu status quo. Meski aneh dan dibuat-buat namun Presidensial Treshold 20 % itu efektif untuk menjaga kemapanan kekuasaan oligarkhi. Dengan minim pasangan dalam kompetisi maka lebih mudah cukong untuk bermain dengan kecurangan yang sistematik dan terproteksi.
Kedua, banyaknya Kepala Daerah yang habis masa jabatan pada tahun 2022 lalu ditetapkan Penjabat Kepala Daerah baik Propinsi maupun Kota/Kabupaten membuat tangan Presiden, melalui Mendagri, lebih leluasa menjangkau para Gubernur atau Walikota/Bupati “tunjukan” tersebut. Kepala Daerah strategis untuk penggiringan suara Daerah.
Ketiga, Ketua Tim Seleksi KPU adalah mantan Tim Sukses pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Meskipun Tim Seleksi formalnya bersifat kolektif akan tetapi prakteknya Ketua Tim memiliki posisi menentukan. Sebagaimana KPU terdahulu, kekhawatiran terbentuk KPU kardus menjadi sangat beralasan. KPU yang bukan menjadi wasit tetapi pemain lapangan. Bahkan penendang bola dari titik kotak penalti. Licik.
Keempat, di ruang hukum pembungkaman tokoh kharismatik HRS berlanjut, kasus RS UMMI menjadi sarana untuk memborgol HRS agar tidak dapat berbuat banyak dalam menggalang solidaritas dan soliditas umat. Ruang untuk dapat meneriakkan takbir perlawanan kepada rezim yang dinilai zalim menjadi terbatas.
Kelima, UU MK yang telah mengubah masa jabatan Hakim MK menjadi 15 tahun bukan tanpa maksud politik. 8 Hakim MK saat ini akan menjadi Hakim yang mengadili sengketa Pilpres 2024. Bahkan ada Hakim yang dapat menjabat hingga tahun 2034. Sebagaimana diketahui reputasi Hakim MK saat mengadili Pilpres 2019 ternyata sangat buruk. Rupanya “Tim Sukses” saat Pilpres 2019 harus tetap dipertahankan karena mungkin dinilai berpengalaman dalam bermain.
Mengingat bau rekayasa ini, maka bukan mustahil tahun 2024 akan menjadi Pemilu paling brutal dan curang baik pada Pilpres maupun Pileg. Pilkada akan pmenyusul untuk mengemas tuntas skim politik rekayasa tersebut.
Rezim Neo Demokrasi Terpimpin memang jahat dan mengkhawatirkan.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 13 Oktober 2021