JAKARTASATU.COM – DEWAN Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC) bersama Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga (Disbudparpora) menggelar Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi. Event dengan tajuk utama Festival Air ini dilaksanakan pada Ahad 17 Oktober 2021, pukul 07.30-10.00 WIB di Plaza Rakyat Komplek Pemkot Cimahi, Jl.R. Demang Hardjakusumah, Cihanjuang Kota Cimahi Jawa Barat.

Ketua DKKC, Hermana HMT mengatakan, perhelatan budaya Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi merupakan program berkelanjutan dalam upaya membangun kesadaran masyarakat dan pemangku kebijakan agar senantiasa bersatu padu, bahu membahun menjaga lingkungan hidup terutama air dari pencemaran dan kelangkaan atau kekurangan air bersih.

“Tahun 2021 ini merupakan kali ke 4 kami pelaku budaya kerjasama dengan pemerintah Kota Cimahi gelar Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi. Kegiatan bersama ini kami lakukan sejah tahun 2014 di tempat yang sama di Plaza Rakyat, kawasan aliran Sungai Cimahi depan komplek Pemkot Cimahi,” ujar Hermana, Sabtu (16/10/2021) dalam siaran persnya di Imah Seni, sekretariat DKKC, Jl. Pabrik Aci Kota Cimahi.

Menurut Hermana, kegiatan seperti ini penting tiap tahun dilakukan bukan semata suguhkan budaya sebagai bentuk tontonan, tapi lebih penting adalah memberi tuntunan bagi palaku budaya, masyarakat dan pemangku kebijakan.

“Dalam Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi banyak simbol kearifan budaya lokal yang bersifat mengedukasi. Diantarannya menjujung persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan,”ungkapnya.

Dijelaskan Hermana, walau orang-orang itu datang dari berbagai penjuru wilayah yang berbeda, sambil membawa air dari berbagai sember mata air, dalam kirab ngarak cai mereka membentuk satu barisan tanpa membedakan derajat atau kasta. Kemudian air yang mereka bawa disatukan di satu tempat dengan prosesi upacara adat yang sebutan Ngalokat Cai.

“Ngalokat sendiri mengandung makna mejaga, memelihara, melestarikan, membasuh dan membersihkan,”paparnya.

Disamping itu kata Hermana, sebutan Cimahi mengandul arti yang kuat dan harus di junjung tinggi sebagai pengingat dan penguat falsafah dalam menjalankan roda kehidupan di Kota Cimahi. Sudah mejadi kesepakatan bersama bahwa kata Cimahi dari asal-usul kata dalam bahasa Sunda, Cimahi terdiri dari dua suku kata yaitu Ci dan Mahi. Ci mengandung makna cai (air) dan mahi mengandung makna cukup. Jika disambungkan Cimahi mengandung arti selalu berkecukupan air.

“Dikaji dari bahasa Sansakerta kata Ci mengandung arti kilauan cahaya dari permukaan air atau energi dan Mahi mengandung arti bumi. Dalam bahasa iti Cimahi mengandung arti pancaran cehaya bumi atau bisa disebut juga energi bumi. Kata Ci juga ditemukan dalam bahasa Cina. Ci disini juga mengandung arti energi. Sedangkan kata Mahi dalam bahasa Arab merupakan salah satu sebutan bagi Nabi Muhammad. Mahi dalam Bahasa arab bermakna yang menghapus. Jika kita maknai dua suku kata ini, Cimahi bermakna sebagai energi pengahapus atau energi pembersih,”kisahnya.

Sebagai kawasan Bandung Utara, Kota Cimahi bagian utara menjadi tempat serapan air. Maka tidak heran jika di Cimahi Utara banyak ditemukan sumber mata air dan berpengaruh pada perkembangan kebudayaan masyarakat di sekitarnya. Salah satunya dikawasan itu muncul ritual yang berhungan dengan air, yaitu Ngabungbang. Ritual ini berhungan dengan pencucian perkakas yang dianggap pusaka dan masyarakat melakukan madi tengah malam di tujuh sumber mata air. Ritual ini biasnya dilakukan pada bulan Maulid yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Namun berkembangnya zaman dan alih fungsi lahan pertanian jadi pemukiman, kebudayaan yang berhubungan dengan air kini sudah pudar. Ritual Ngabungbang di Cimahi tidak terdengar lagi seiring dengan lenyapnya puluhan sumber mata air di kawasan Cimahi Utara. Masyarakat tidak lagi melakukan kerja bakti dalam betuk bersih-bersih sungai, bersih-bersih sumber mata air dan malamnya melakukan syukuran dengan menampilkan aneka ragam seni Sunda.

Efek dari lenyapnya puluhan sumber mata air dan kotornya air sungai di Kota Cimahi berimbas besar pada ketersedian air bersih. Cimahi yang mengandung makna berkecupan air, sekarang senantiasa kekurangan air bersih terutama disaat musim kemarau, dan di musim hujan air tidak terserap hingga sering terjadi banjir atau menimbulkan bencana.
Dalam upaya menghidari dari kelangkaan air bersih dan bencana banjir, tentu diperlukan upaya penanggulangannya. Selain secara teknik, salah satu penanggulangannya adalah membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memulyakan air dan lingkungan, yakni dengan pendekatan budaya, menghidupkan kembali kearifan lokan yang pernah tumbuh yakni dengan melakukan Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi.

Dari sisi lain Hermana juga mengungkapkan, Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ngalokat Cai Cimahi punya tujuan menciptakan destinasi pariwisata berbas alam dalam hal ini air atau sungai dan budaya lokal.

“Dengan adanya kegiatan ini, kedepan kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara ke Kota Cimahi tambah banyak. Para wisatawan bisa menikna sajian karnaval atau kirab budaya Ngarak Cai dan Ngalokat Cai, bahkan mereka bisa menjadi pelaku langsung kegiatan tersebut dengan membawa air juga seni yang bertemakan air dari berbagai daerah atau negara asalnya,” harapnya.

Masih kata Hermana, di Sungai Cimahi kawasan komplek Pemkot Cimahi para wisatawan bisa menikmati juga terlibat langsung hidupkan budaya berbasis air. Bersama masyarakat lokal (pelaku budaya) wisatwan turut bermain air seperti tembak-tembakan air, balonan air, ngagogo (tangkap ikan dengan tangan), susun batu kali, kukuyaan (perahu dari ban) dan lain sebagai termaksuk menikmati kuliner lokal cimahi yang tidak lepas dari unsur air.

Untuk ciptakan parawisata berbasis air dan budaya di Kota Cimahi kearah yang lebih maju juga berinbas pada peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat dan daerah tentunya perlu ada niat yang sungguh-sungguh dari pamangku kebijakan, baik eksekutif maupun legislatif dipemeritahan Kota Cimahi.

“Bersama masyarakat merancang atau merelaisasikan konsep pembangunan kepariwisataan lebih matang dan membenahi infrastruktur DAS (bantaran sungai) Cimahi khususnya di kawasan kunjungan wisata, sehingga para wisatawan merasa puas, nyaman, aman dan betah tinggal lebih lama di Kota Cimahi,”tutup Hermana.(JAKSAT-WIN)