JAKARTASATU.COM – DALAM CATATAN JAKARTA akhir pekan ini tim redaksi menghimpun sejumlah peristiwa atas desakan publik yang meminta minta mundur sejumlah menteri. Inilah yang hangat dalam pekan ini:
Pertama, seruan keras datang dari mantan Alumnus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), Agustinus Edy Kristianto yang banyak menyoroti politik ekonomi saat ini. Agus tajam dalam menyoroti Pinjol alias pinjaman online.
Menurut Agus ada dua hal mendesak yang harus dilakukan:
1) hentikan semua kegiatan pinjol (bahasa di Peraturan OJK 77/2016 adalah layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi) baik legal maupun ilegal dan evaluasi total model bisnisnya; 2) pecat Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki, gantikan dengan yang lebih progresif dan berani untuk menentang model bisnis kapitalisme kucing kurap macam begini, melalui penguatan koperasi. (Siapa penggantinya, saya belum tahu. Tapi, ya, masak di Indonesia tidak ada orang yang berani melawan).
Anda tahu siapa yang mematok bunga pinjol maksimal 0,8% per hari (292% per tahun)?
Itu bukan melalui aturan pemerintah atau OJK melainkan cuma berdasarkan code of conduct Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Bandingkan dengan bunga KUR 3%/tahun atau bunga khusus pegawai OJK 1,25%/tahun. Apa adilnya?
Ditambahkan Agus kenapa pemerintahan Jokowi bapuk menghadapi ini (terutama Menkop UMKM-nya), karena gagal menjalankan amanat UU Perkoperasian (17/2012). Jokowi malah membangga-banggakan fintech-fintech ini sebagai unicorn/decacorn dan bekas-bekas pejabat malah jadi advisor di situ?.
Agus menyoroti Amartha, yang awalnya adalah koperasi di Ciseeng, Bogor, malah jadi fintech, mengikuti model bisnis ini. Pendirinya pernah dijadikan staf khusus pula oleh Jokowi.
Negara ini tidak butuh pinjol kalau Jokowi ngerti nurani rakyat, tulis Agus lagi. Yang perlu diperkuat adalah koperasi itu. Di UU diatur tentang Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam (konvensional maupun syariah). Kenapa malah pinjol bin fintech yang Anda banggakan terus?
Negara ini tidak butuh pinjol kalau akses masyarakat kecil/pelaku UMKM dipermudah di perbankan. Saat ini bank cenderung untuk kepentingan orang/institusi yang sudah kaya. Lihat kasus Dipasena (Sjamsul Nursalim). Bank milik dia, BLBI dikucurkan ke dia, petambak disuruh ngutang ke dia, ketika berperkara utang petambak itu yang dimajukan.
Negara ini tidak butuh pinjol kalau setidaknya Teten Masduki itu ada gunanya. Sudah digaji dan difasilitasi negara, nanti dapat pensiun, apa kerjanya dia? Kalau saya jadi dia, ke mana-mana wajah saya tutupi karung saking malunya membaca korban pinjol di Kompas (20/10/2021) yang awalnya membutuhkan modal usaha di bawah Rp10 juta, namun terjerat hingga puluhan juta.
Akui saja, Teten Masduki tidak melakukan apa-apa untuk penguatan koperasi dan pelaku UMKM di hadapan jamur pinjol. Negara ini tidak butuh pinjol kalau presidennya agak cerdas sedikit dengan tidak memberikan secara cuma-cuma Rp5,6 triliun kepada platform digital mitra Prakerja. Uang itu yang seharusnya dipakai untuk permodalan koperasi kecil, pendampingan pelaku usaha, pengenalan terhadap teknologi pemasaran digital, pembukaan dan promosi ke market yang lebih luas, pelatihan kerja di BLK-BLK, pemagangan..
Biar Presiden dan Teten Masduki tahu juga, masyarakat susah dan terjerat pinjol adalah karena mindset kepemimpinan mereka yang ngawur, yang justru berpihak pada makelar digital (venture capitalist) dan investor-investor kaya.
Kalau pun 1 miliar unicorn fintech di Indonesia ini tercipta, yang makmur investor-investor besar dan para borrower itu, masyarakat cuma jadi nasabah yang terjerat utang dan teror para penagih. Jadi, konkret saja, kapan Teten Masduki angkat kaki dari kantornya? Kata Agustinus dalam Timeline akun FaceBooknya (20 Oktober 2021) yang banyak dikutip media dan viral.
Kabar lain menarik ada juga yang memita Menteri BUMN Erick Thohir yang harus mundur oleh Mahasiswa di Riau karena gagal atas Blok Rokan yang masih sengkarut atas pengambilahinan Blok Rokan dari PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) ke Pertamina yang kini masih meninggalkan kaus sejumlah kebun sawit warga kena Limbah B3. Kasus ini jelas merugikan warga terdampak dan ini dinilai oleh sejumlah mahasiswa Menteri BUMN dinilai tak mampu dan diminta mundur saja. Kasus Blok Rokan memang kini masih di ruamg meja hijau PN Pekanbaru. Dan berbagai pihak di gugat oleh sejumlah tim kuasa hukumn. Kita lihat mana yang akan menang di sidang nanti. Hanya catatan bahwa nam Erick Thohir sedang naik dalam kampanye dirinya bahakan ada yang mengadang bahwa ET ini sedang di sokong untuk ikut Pilpres 2024. Bisakah? Wartawan senior Asyari Usman menulis opini tajam pada 18 Oktober 2021 dengan judul Incar Kursi Presiden, Erick Thohir Menjadi Ketum Partai BUMN Asyari bahkan mengeluarkan data sebuah siurvei Hitung cepat (quick count) hasil pilpres 15 Mei 2024 menunjukkan mantan menteri BUMN, Erick Thohir (ET), berada di urutan pertama dari lima pasangan. Erick mengumpulkan 39% suara setelah penghitungan mencapai 80%.
Imam menambhakan sejumlah informasi lengkap misalnya dengan meruntut dua menpora sebelumnya. Andi Malaranggeng dan Imam Nahrawi menyatakan mundur dari jabatan. Tak perlu berlama-lama bertahan. Ini menyangkut “public trust” sebuah pemerintahan. Keduanya terjerat korupsi yang kadung berujung bui.
Tak berlebihan, terkait Zainuddin Amali — lebih dari “sekadar” kasus korupsi. Kali ini tentang Merah-Putih. Bendera kebangsaan Indonesia. Skalanya lebih besar. Berdampak lebih dahsyat. Tak kecuali efek domino. Itu lantaran berkait langsung bab reputasi Indonesia di pentas dunia.
Mundurlah! Satu kata lebih yang dari cukup. Ya, Om Zain baiknya mundur sebagai menpora. Ini tentang Merah-Putih, Bung! Solusinya, juga mesti “hitam putih”. Tak patut dengan spasi “maklum”. Hendaknya dimaknai sebagai perkara serius. Tak cukup dengan pernyataan maaf. Betapa pun, itu baik — pada kesempatan pertama.
Menpora harus bertanggungjawab atas “peristiwa” podium juara Piala Thomas di Aarhus, Denmark. Distorsi parah berbanding reputasi tim bulutangkis Indonesia. Merebut kembali lambang supremasi bulutangkis beregu putra dunia. Penantian 19 tahun dari dominasi China. Tim merah-putih memimpin rekor 14 kali juara sepanjang 72 tahun Piala Thomas sejak 1949.
Tak ada kibaran Merah-Putih di Ceres Arena. Sebuah standar protokol penghargaan untuk timnas juara. Berlaku secara universal di kancah olahraga internasional. Mending, masih diperdengarkan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Mirip “bagi paro” (meminjam istilah petani penggarap -pen) atau (mungkin) serupa “win win solution”. Entahlah. Yang pasti, tak ada kerekan bendera negara juara (baca: Indonesia). “Satu “moment” yang kerap, bahkan selalu — menggetarkan hati kita. Terlebih berlangsung di negara lain, nun jauh di sana. Sebaliknya, justru bagai mempertontonkan hukuman “penalty” bagi Indonesia. Panggung juara yang disaksikan serentak dan mendunia,”tulis Kang IW panggilan akrab wartawan senior ini.
Nah diatas jelas ada tiga nama itu yang diminta mundur. Dalam catatan yang terekam Tim Redaksi…Lantas bagaimana menurut Anda? Apakah mereka akan mundur dengan legowo? Ah tidak juga mungkin…karena mereka masih asyik empuk duduk…? Atau tak ada urat malu lagi? Tak tahu juga kita.
(TIM JAKARTASATU.COM/RED)