M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan. (Foto Ajie Sukma-JAKSAT)

By M Rizal Fadillah

YANG dibutuhkan oleh Presiden Jokowi adalah langgengnya kekuasaan. Ideal adalah memperpanjang jabatan tiga periode melalui amandemen konstitusi. Akan tetapi urusan amandemen ternyata bukan hal mudah, pro dan kontra tajam. Lalu jalan lain perpanjangan tiga tahun dengan alasan kondisi pandemi Covid 19. Ini pun rentan karena nyatanya pandemi justru melandai.

Tak ada pilihan selain Pilpres tetap tahun 2024. Artinya Jokowi selesai.
Turun dengan membawa beban dua periode cukup berbahaya. Publik melihat dosa politik Jokowi menumpuk. Perlu Presiden berikut yang dapat mengamankan dan melindungi. Figur yang digadang-gadang dan menjadi orangnya adalah Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah.

Mengapa mesti Ganjar Pranowo bukan Risma atau Puan Maharani puteri Megawati ? Mudahnya, Risma itu belum berkualifikasi, emosional, dan untuk Mensos saja potensial gagal. Sedangkan Puan tidak mungkin dapat dikendalikan selama sang ibunda masih kokoh menjadi penentu Partai. Dengan Jokowi selesai masa jabatan, selesai pula relasi dengan Partai. Tak akan ada proteksi. Jokowi memang bukan kader PDIP.

Ganjar Pranowo adalah pilihan karena ada hubungan emosional antara Presiden dengan sang Gubernur. Jawa Tengah adalah basis yang sama. Jokowi mantan Walikota Surakarta dan puteranya Gibran kini Walikota pula. Jokowi-Ganjar membangun relasi keluarga. Deal proteksi menjadi hal yang mudah. Tanpa Jokowi, Ganjar itu tidak ada apa-apanya, apalagi kini berdampak harus bermusuhan dengan Megawati.

Ganjar menjadi pilihan atas dasar mampu membelah PDIP. Permainan survey dan media mencitrakan Ganjar mengungguli Puan. Taipan di belakang Jokowi dapat membiayai permainan. Target adalah Megawati yang menyerah untuk pada akhirnya mendukung Ganjar. Jika Mega cerdas Ganjar semestinya segera dipecat dari PDIP.

Mengapa Jokowi tidak memilih yang lain ?

Prabowo yang sepertinya patuh kepada Jokowi bukanlah harapan. Ketika di bawah ia menjadi loyalis, ketika berkuasa bukan mustahil menjadi otoriter, bisa habis bapak Jokowi. Apalagi jika pemenang adalah Anies Baswedan, rakyat akan mendesak Presiden untuk mengadili Jokowi atas dosa-dosa politiknya baik soal korupsi, pelanggaran hak asasi, maupun penanganan pandemi. Masalah investasi dan hutang luar negeri juga menjadi tabungan kasus yang menunggu di depan nanti.

Lebih parah jika Presiden pengganti justru di luar kalkulasi apakah Gatot Nurmantyo atau Rizal Ramli, Jokowi tentu lebih terancam lagi. Persoalan utamanya adalah betapa kuat aspirasi rakyat untuk mendakwa dan meminta pertanggungjawaban atas pelaksanaan pemerintahan yang oligarkhis dan kleptokratis. Rezim penggasak sumber daya alam dan pembangkrut BUMN.

Jokowi butuh Ganjar untuk mengamankan diri dan keluarganya. Pilpres 2024 masih menyimpan harapan. Akan tetapi harapan itu dapat sirna jika ternyata ada kondisi tak terduga yang menyebabkan Presiden Jokowi harus lengser melalui Sidang Istimewa MPR.
Semua bakal menjadi buyar. Begitu juga dengan Ganjar yang dipastikan ambyar.

Politik adalah lapangan para pemain yang berebut bola. Bisa membobol atau dibobol. Karenanya tidak boleh ada yang merasa jumawa pada kemenangan sementara.
Menjaga perasaan rakyat merupakan jalan menuju selamat.
Menempatkan rakyat untuk tetap berdaulat.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 23 Oktober 2021