Jaffee Arizon Suardin/ist

JAKARTASATU.COM – Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Jafee Arizon Suardin hendaknya lebih tepat mengungkap ke publik terkait dengan tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban PHR dari pada terkesan melakukan pencitraan yang tidak substansi di media massa.

Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman kepada wartawan, Minggu (7/11/2021). Yusri menjelaskan, Dirut PHR menurutnya akan lebih baik jika membeberkan berapa produksi minyak Blok Rokan saat ini, setelah PHR melakukan pemboran sebanyak 80 sumur dari total target 161 sumur di tahun 2021, dibanding terkesan melakukan pencitraan dengan mengungkapkan nilai sumbangan Blok Rokan bagi pendapatan negara.

Menurut Yusri, Dirut PHR juga dipandang lebih penting untuk membeberkan ke masyarakat bagaimana komitmen PT PHR memulihkan fungsi lingkungan hidup di Blok Rokan Riau. “Pemulihan itu menjadi kewajiban PHR karena ada penugasan dari SKK Migas mulai 26 Juli 2021, diantaranya pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat ratusan titik lokasi limbah bahan berbahaya beracun (B3) tanah terkontaminasi minyak (TTM),” ungkap Yusri.

Selain kewajiban membersihkan limbah B3 TTM untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup, kata Yusri, ternyata ada sekitar 3.297 sumur yang tidak berproduksi bekas PT CPI di Blok Rokan yang juga harus ditutup atau dipulihkan Abandonment and Site Restoration (ASR) dan 17 fasilitas lainnya yang juga harus dibongkar oleh CPI sesuai aturan perundang undang untuk kepentingan lingkungan.

Dijelaskan Yusri, tugas PHR terkait pemulihan lingkungan atas kegiatan pasca operasi atau ASR bukan hal mudah atau gampang. Sebab, secara spesifik harus mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Cipta Kerja nomor 11 Tahun 2020 kluster Lingkungan Hidup, dan PMK No. 140/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Hulu Minyak Dan Gas Bumi, Permen ESDM Nomor 15 Tahun 2018 tentang Kegiatan Pasca Operasi Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi dan PTK SKK MIGAS No. 040/PTK/XI/2018 Rev.01 tentang Abandonment and Site Restoration (ASR).

Sementara mengenai pemulihan limbah B3 TTM Blok Rokan, menurut Yusri, merupakan tugas penting dan berat bagi PHR, mengingat begitu banyaknya pemulihan yang harus dilakukan.

Jadi, kata Yusri, tugas-tugas penting Dirut PHR itu, jauh lebih penting dari pada mengungkap bahwa PHR berhasil sumbang Rp 2,7 triliun kepada negara.

“Karena, mayoritas publik sudah sangat paham jika soal jumlah setoran pajak mencapai Rp 2,7 triliun dan jauh lebih tinggi dari biasanya itu lebih disebabkan harga minyak mentah dunia melambung sekitar USD 72 per barel, bukan hasil kinerja atau prestasi PHR,” ungkap Yusri.

Harusnya, lanjut Yusri, Jafee lebih tepat mengungkap berapa produksi minyak Blok Rokan setelah alih kelola PT Chevron Pasific Indonesia, yaitu setelah tanggal 8 Agustus 2021 hingga saat ini.

“Kemudian mengungkap langkah-langkah efisiensi yang telah dilakukan PHR sehingga Biaya Pokok Produksi atau BPP per barel PT PHR lebih rendah dari PT CPI,” ulas Yusri lagi.

Yusri juga mempertanyakan, apakah sekarang produksi PHR di Blok Rokan sudah mencapai 165.000 barel per hari atau masih jauh di bawah itu atau sudah di atas itu. “Hal ini jauh lebih penting diungkap ke publik,” papar Yusri.

Kemudian, jauh lebih penting lagi, beber Yusri, masyarakat menunggu keterangan kapan PT PHR mulai melaksana penugasan untuk memulihkan limbah B3 TTM warisan PT CPI, maupun akibat dari aktifitas pemboran PT PHR sendiri, yang itu pun pasti ada limbahnya yang harus dipulihkan.

“Karena menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan turunan Undang Undang Cipta Kerja, khususnya pada Pasal 424, pada intinya PHR harus segera menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup atas beban biaya perusahaan yang menghasilkan limbah, dan harus mulai dipulihkan paling lambat 30 hari kerja, jika merujuk penugasan dari SKK Migas sejak Juli 2021, apakah PHR tidak termasuk ikut melanggar aturan juga ?,” ungkap Yusri.

“Jafee mungkin lupa, jika harga minyak lagi tinggi, sudah pasti Subholding Hulu Pertamina berpesta. Namun di saat bersamaan saudaranya sendiri, Subholdihg Hilir Pertamina lagi berdarah-darah cash flow-nya karena Pemerintah tidak mengoreksi harga jual BBM subsidi tetap Solar dan Premium sebagai BBM penugasan. Begitu juga sebaliknya jika harga minyak mentah rendah, maka sektor hulu yang berdarah-darah,” ungkap Yusri lagi.

Sementara itu, dilansir situs resmi Kementerian ESDM pada 15 Oktober 2021, produksi rata-rata Blok Rokan tahun 2021 sampai dengan Juli 2021 sebesar 160,5 ribu barel minyak per hari untuk minyak bumi atau sekitar 24% dari produksi nasional dan 41 MMSCFD untuk gas bumi.

Presiden Joko Widodo pun pada 12 Agustus 2021 lalu pernah menyatakan agar alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) bisa menggenjot produksi minyak nasional.

Selanjutnya, menurut Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Julius Wiratno mengatakan dengan jumlah kegiatan pengeboran dan ketersediaan alat yang lebih masif, maka produksi di Blok Rokan ditargetkan bisa lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya.

“Sampai Desember 2021 nanti dengan rig sekitar 17-18 yang mengebor, ditargetkan produksi bisa sekitar 175.000-180.000 barel per hari,” katanya dilansir Bisnis, Rabu (3/8/2021) lalu.

“Nah, janji ini yang ditunggu oleh publik,” tutup Yusri.(AHM)