Yusuf Blegur/ame

Oleh Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.

Seperti mengikuti tarikan napas, sepanjang itu ulama mengalami penindasan. Tak cukup dihina, dianiaya dan dikriminalisasi. Penyerangan dan pembunuhan para imam masjid, ustadz serta ulama mulai dilakukan dengan modus kasar namun terencana dan terorganisir. Usai Islam dan umatnya dianggap lemah dan tak berdaya. Siasat jahat menyingkirkan pewaris nabi dan penjaga ahlak itu, kini dipertontonkan dengan telanjang.

 

Islam memang telah membuktikan sekaligus mengingatkan melalui wahyu yang berisi “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang sampai kamu mengikuti agama mereka”, sebagaimana yang tertuang di Kitabullah Al Quran dalam surat Al Baqarah (1):120. Jauh sejak berabad-abad yang lalu hingga kini dan seterusnya. Selama itu pula umat Islam akan dimusuhi, diganggu, dan disingkirkan. Kemuliaan Islam sebagai agama Tauhid dan agama kemanusiaan memang telah lama menjadi ancaman sekaligus musuh besar bagi kepentingan-kepentingan penyembah berhala dan yang ingin menguasai dunia.

Tak cukup mendatangkan serangan dari luar, upaya penyusupan secara massif dan terstruktur terus dilakukan dari dalam tubuh umat Islam sendiri. Semua kekuatan mulai dari agitasi dan propaganda, manipulasi data dan sejarah hingga menguasai ranah kultural dan struktural gencar dilakukan. Proyek penghancuran Islam dirancang sedemikian rupa dengan cara-cara yang halus dan kasar sekalipun. Operasi desislamisasi mampu dilancarkan dengan strategi politik maupun penggunaan kekuatan militer. Tentu saja dengan dukungan angaran yang tak terkira besarnya.

Membunuh Populisme Islam

Usai kegagalan sekulerisasi dan liberalisasi Islam dalam balutan globalisme. Islam di Indonesia terus menjadi persfektif dan proyeksi target politik ideologi kaiptalis dan ideologi komunis. Kedua produk pemikiran manusia yang secara substansi dan esensi berorientasi pada material juga bersifat atheis itu. Memang memposisikan Islam sebagai penghalang terbesar ambisi thogut dunia.

Setelah kriminalisasi ulama, khususnya pada Imam Besar Al Mukarrom Al Habib Rieziq Syihab. Rezim tak pernah membiarkan seseorang menjadi simbol pemimpin dan perlawanan rakyat di luar pemerintahan. Ulama kharismatik yang bervisi amar maruf nahi kunkar dan penggerak massa seperti Imam Besar Habib Rieziq Syihab itu. Bukan saja menjadi pemimpin umat Islam dan rakyat Indonesia pada umumnya. Keteguhan dan konsistensinya berdakwah, seiring waktu dinilai sebagai ancaman kekuasaan dan dianggap dapat menggulingkan rezim yang memang cenderung dibawah anasir kekuatan anti Islam.

Selain banyak lagi pemenjaraan ulama dan aktifis yang kritis terhadap rezim. Belakangan juga sering terjadi teror dan penganiyaan terhadap ulama. Bahkan sudah ada beberapa pembunuhan ulama yang terang-terangan dan terbuka. Habib Bahar Bin Smith yang dianggap penerus Imam Besar Habib Rizeq Syihab juga mengalami hal serupa. Setelah bebas dari penjara dan harus bolak balik ke kepolisian menghadapai laporan tendensius dan politis. Sempat mengalami teror dikirimi kepala seekor Anjing. Boleh jadi Habib Bahar Bin Smith juga dapat terancam pembunuhan.

Tak lama berselang teror dan intimidasi oleh perwira TNI pada Habib Bahar Bin Smith. Lebih miris lagi, baru-baru ini tepatnya Jumat dini hari tanggal 31 Desember 2021. Di dalam Masjid Al Ikhwan Kelurahan Sepa, Kecamatan Belapa, Kabupaten Luwu – Sulawesi Selatan. Umat Islam dikejutkan dengan penganiayaan hingga menyebabkan kematian terhadap seorang imam masjid yang bernama Yusuf Daeng Palebba (72 tahun) oleh orang tak dikenal. Begitu keji dan laknatnya pembunuhan imam masjid dilakukan di dalam masjid di wilayah NKRI dan Panca Sila secara brutal. Rangkaian sikap permusuhan, kebencian dan sikap anti Islam tak bisa dipungkiri telah terintegrasi dan menjadi agenda yang dilakukan dengan sistem dan cenderung menggunakan institusi yang berkepentingan.

Sebagai mayoritas dinegerinya sendiri dan terbesar di dunia. Umat Islam tak terhindarkan menjadi sasaran empuk konspirasi global. Tak cukup diformat sebagai potensi pasar internasional dan eksploitasi sumber daya alam. Umat Islam kini diperburuk memasuki suasana intimidasi dan teror keagamaan. Islam telah berada dalam peperangan pemikiran (ghazwul fikri) dan kecenderungan program depopulasi.

Mungkin sulit membuktikan secara ilmiah dan terkendala dalam mengeksplorasi data yang sarat statistik. Namun secara faktual dan kolerasinya pada kehidupan umat Islam yang nyata. Umat Islam khususnya di Indonesia, terus-menerus mengalami kedzoliman dan ketidak adilan. Kelemahan umat Islam di Indonesia menjadi equivalen dengan serangan luar yang begitu offensif dan progressif.

Jumlahnya umat Islam memang mayoritas namun secara nilai masih minoritas. Tinggi dan mulia agamanya namun rendah dan buruk martabat umatnya. Seakan menegaskan kebenaran-kebenaran masa lampau yang disampaikan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam yang menjadi kesedihannya. Bahwasanya akan ada suatu massa, dimana umat Islam akan seperti buih di lautan. Sebuah kritik otokritik bersejarah yang visioner dari pembawa risalah yang agung. Betapa rapuhnya umat Islam di satu sisi, sementara begitu buasnya predator mengincar umat Islam di lain sisi.

Pandemi yang menjadi menjadi mega proyek sekaligus strategi global yang jitu fan efektif mereduksi Islam. Menjadi triger dari upaya merekonstruksi kemanusiaan dan ketuhanan dalam versi poros tunggal dunia.

Menjadi bagian dari skenario dan berlangsungnya ‘new age’. Musuh-musuh Islam menghancurkan sistem nilai yang selama ini sudah berjalan seperti demokratisasi, penegakan HAM, supremasi hukum, kelestarian lingkungan, isu negara kesejahteraan dan keadilan dsb. Isu-isu global yang selama ini mereka hembuskan dan kampanyekan sendiri. Namun mereka yamg mengingkari juga. Kekuatan yang melebur dalam kelompok ‘non state’ dan muncul dalam kemasan zionis, freemassion-ilumminati, fundamentalis dan sekte agama-agama barat lainnya serta kekuatan komunis internasional. Nyata-nyata menguasai dunia, menghidupkan “agama-agama” dan “Tuhan-Tuhan baru”. Membangun berhala-berhala dunia. Dalam situasi yang sedemikian itu, Islam menjadi keharusan untuk ‘dilenyapkan’.

Kini, akankah kesabaran umat Islam ada batasnya?. Jauh sebelum bicara tentang jihad. Kesadaran kritis, ghiroh dan pembelaan terhadap umat, ulama dan agama Islam akan bersemi ditengah derasnya prises deislamisasi.
Akankah umat Islam diam saat imam masjid, ustadz dan ulama dianiaya dan dibunuh?. Haruskah umat Islam membiarkan terus rangkaian peristiwa ulama yang dibunuh, ulama yang dituduh.

Wallahu a’lam bishawab.