Yusuf Blegur /ist

Oleh Yusuf Blegur,  Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.

Betapa dahsyatnya pengaruh oligarki. Bukan hanya dapat memengaruhi setiap individu dan organisasi massa. Oligarki juga leluasa mencengkeram negara. Kekuasaannya mampu menjungkirbalikan nilai-nilai. Kebenaran dan keadilan tak lagi menjadi landasan. Daya rusaknya menyusup mengoyak hubungan sesama manusia, memperkosa alam dan menggusur agama. Berangsur-angsur mengusung materialisme sembari mengubur spiritualitas. Oligarki memaksa setiap orang meninggalkan kemanusiaannya sendiri dan memisah ketuhanan dari jiwanya.

Dalam hamparan langit kapitalisme yang menaungi jejak sekulerisasi dan liberalisasi di bumi. Oligarki tumbuh besar dan pesat mengelilingi populasi dunia. Tak ubahnya dengan atheisme, secara substansi oligarki telah mewujud sebagai suatu sistem, tata cara dan aturan bahkan menjadi agama baru bagi kecenderungan modernitas. Kejahatan tanpa malu dipertontonkan secara telanjang. Kedzoliman dan penindasan menjadi pakaian beserta aksesorisnya para penguasa.

Rakyat semakin kehilangan eksistensi, jati diri dan orientasi. Tak lagi ada tuntunan dan sandaran hidup. Terjebak pada lingkaran ketidakpastian. Rakyat seperti sedang timbul tenggelam mengarungi lautan kesengsaraan. Menjalani pertarungan hidup mati entah karena tenggelam atau ditelan mahluk buas dan ganas. Namun perahu besar yang bernama negara itu tak pernah menengok sedikitpun dan menganggapnya tak ada. Kapal yang megah dan mewah itu dalam kekuasaan para pembajak dari yang coro hingga bandit besar.

Pemimpin-pemimpin terlihat sibuk mengurus diri, keluarga dan kelompoknya. Menyelamatkan kelas sosialnya dengan terus membangun tumpukan harta dan jabatan. Para pengemban amanat dan pemangku kepentingan itu, terus berpesta dan mabuk kekuasaan. Seperti sekumpulan hewan predator yang berebut memakan hasil buruannya, hingga pada waktunya saling memangsa.

Satrio Piningit

Ketika nusantara masa lampau penuh gejolak, diantara para angkaramurka baik yang asing maupun kalangan sendiri. Bumi akan selalu menjadi rahim bagi kelahiran sang pembebas. Selalu ada putra putri yang bersuara lantang dan bersikap tegas menentang lakon semena-semena. Membela rakyat kecil sampai dimusuhi kompeni atau penjajah dengan resiko dipenjara atau ditembak mati.

Begitupun jaman dimari. Hanya berbeda situasi dan kondisi. Namun tetap menghadirkan masalah yang klasik. Kemasannya beda namun dengan isi yang sama. Sesungguhnya pertarungan kebenaran melawan kejahatan tak akan pernah berhenti atau lenyap selama bumi masih berputar. Selalu ada yang teguh berpihak pada nasib orang kecil dan sebaliknya ada yang angkuh memelihara kebengisan dengan kekuasaanya. Seperti petuah bijak, tiap jaman ada orangnya, tiap orang ada jamannya.

Seperti halnya kapitalisme yang memuat bahan baku berbasis sumber daya alam, produksi dan pemasaran. Oligarki sebagai sebuah strategi dan taktis dari sistem yang sama dengan kapitalisme. Pada prinsipnya, menguasai hajat hidup orang banyak dan akses terhadap kekayaan dan jabatan yang sangat menentukan. Segala cara akan dilakukan untuk mencapai, mempertahankan sekaligus membangun hegemoni dan dominasi.

Semua orang dalam domain dan irisan kepentingan itu akan berusaha dibeli dan dikuasai. Begitu juga dengan instrumen dan kelembagaan lainya. Termasuk insitusi pemerintahan harus tunduk dan mengikuti kemauan oligarki. Kekuatan non state yang bisa berupa korporasi, kelompok sekte atau ideologi dan organisasi pemilik modal besar ini tak cukup menguasai satu negara. Jejaring dan dan jelajahnya ikut mengatur dunia. Pengaruhnya akan mendorong pergaulan manusia antar negara dan bangsa menjadi berkiblat pada poros tunggal. Menuju kehidupan yang memasuki “new age”.

Betapapun kehidupan dijejali dan dirasuki distorsi. Maraknya perilaku yang tidak ideal dan menyimpang baik pada norma sosial maupun norma agama. Masih ada orang yang menjunjung tinggi moralitas dan nilai-nilai yang hakiki. Dengan melawan maistream, terasing dan terisolasi. Semangat amar maruf nahi munkar itu tetap hidup dan tak membiarkan kekuataan gelap terus menyelimuti kehidupan rakyat.

Rakyat tertindas sejatinya mengandung dan melahirkan benih-benih pembebasan. Meski tumbuh dan besar dalam intimidasi, ancaman dan teror kekuasaan yang korup dan lalim. Walaupun dibenci dan dimusuhi konspirasi kejahatan lokal dan global. Kelahiran-kelahiran pemimpin dari rahim dan yang dicintai rakyat tak akan berhenti dan lekang oleh jaman.
Penjara dan kematian tak mampu memberangus giroh dan jihad pemimpin rakyat sejati. Apalagi sekedar uang dan jabatan atau semua fasilitas kesenangan dunia. Tidak seperti para penjilat dan penghianat yang menghamba pada kekuasaan tiran yang rakus dan suka memecah belah bangsa.

Hanya tinggal menunggu waktu yang tak lama. Oligarki tak bisa selamanya berkuasa dan mengendalikan semua kehidupan rakyat, meski memanfaatkan juga berlindung dibalik legalitas dan legitimasi negara. Akan tiba saatnya mewujud pemimpin yang dicintai rakyat meskipun dimusuhi politisi dan pejabat.

Seperti kata Bung Karno, menghadapi neo kolonialisme dan imperialisme tak cukup hanya sekedar pemahaman dan kesadaran kritis. Harus ada keberanian untuk menjebol dan membangun kembali tatanan kehidupan dunia yang telah rusak. Harus ada semangat progressif revolusioner melawan eksploitasi manusia atas manusia dan eksploitasi bangsa atas bangsa. Menjadi panggilan sejarah bagi seluruh rakyat untuk mejadi merdeka yang sesungguhnya dari penjajahan modern oleh bangsa asing dan bangsanya sendiri.

Lagipula, rakyat dapat berguru pada sejarah dan perjuangan para pendiri bangsa bangsa. Bahwasanya, tak ada kekuasaan yang paling besar dan hebat sekalipun di negeri ini yang tak dapat diruntuhkan. Tak ada pesta yang tak berakhir. Tidak ada kekuasaan yang abadi selain kekuasaan Tuhan. Termasuk rezim yang menjadi boneka dan dikendalikan oligarki.

Selamat menempuh tahun baru dan rejim baru.

Semoga.***