Ahmad Daryoko/IST

Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.

Bisnis.com tanggal 10 Januari 2022 memberitakan bahwa PLN diharuskan membeli batu bara dengan harga pasar, artinya DMO dihapus dan akan diganti dengan pembentukan BLU (Badan Layanan Umum) yang akan nombokin selisih harga pasar dengan ketentuan harga DMO (USD 70 per metric ton). System ini rupanya mengikuti System yang diterapkan di Jepang. Hanya bedanya di Jepang kelistrikannya menerapkan Island System dengan “Unbundling Horisontal” (misal di P. Honzu Selatan oleh Kanshai Electric Corp. Sedang P. Honzu Utara oleh TEPSCO) dan dikelola Perusahaan Perusahaan Jepang sendiri seperti Mitsubishi, Marubeni, Sumitomo, Kanshai dll. Yang semuanya sudah dibekali semangat Bhusido (Ideologi Nasionalisme Jepang dng semangat Samurai), sehingga tidak ada karakter Oligarkhi “Peng Peng” yang memikirkan perut sendiri.

Dan perlu diketahui bahwa dengan penerapan “Unbundling Vertikal” di Jawa-Bali dan dalam waktu dekat Menteri BUMN akan membentuk Sub Holding PLN , yang diakui atau tidak, itu semua adalah penerapan “grand design” IFIs (WB,ADB, IMF) bernama “The Power Sector Restructuring Program”/”The White Paper” Kebijakan Restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan yang dijadikan Naskah Akademik UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja Kluster Kelistrikan ! Sehingga ujung2nya adalah penerapan kompetisi penuh kelistrikan (MBMS) di kawasan Jawa-Bali yang berakibat hilangnya kontrol kelistrikan oleh Pemerintah. Sehingga tarip listrik sepenuhmya mengikuti mekanisme pasar bebas.

Akhirnya dengan dalih kenaikan harga batu bara yang di pasar internasional mencapai USD 170 per metric ton (sementara harga DMO hanya USD 70 per metric ton), maka scenario PSRP diatas akan diterapkan ! Dan tarip listrik akan melejit tidak terkendali (sesuai perkiraan para Ahli pada Sidang MK akan naik sekitar 5-7 kali lipat sebelum MBMS).

Sehingga rakyat tidak terlindungi lagi oleh pasal 33 baik ayat (2) maupun ayat (3) UUD 1945 !

JAKARTA, 13 JANUARI 2022.