Ilustrasi: Indonesia/ist

by @yudisudiyono *)

Rakyat ‘akal sehat’ +62, Selasa (18/1) digegerkan dengan keputusan Ketua DPR-RI Puan Maharani yang mengesahkan RUU IKN menjadi UU IKN yang mirip sebuah cerita rakyat atau legenda populer ‘Roro Jonggrang’ itu.

Rapat Paripurna DPR RI ke-13 masa persidangan III tahun sidang 2021-2022 yang membawa dua agenda utama yaitu penyampaian pendapat fraksi-fraksi yang dilanjutkan dengan pengambilan keputusan tentang RUU Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan dan Pengambilan Keputusan atas RUU Ibu Kota Negara.

Rapat yang ‘tumben’ lengkap dihadiri oleh empat wakil ketua DPR RI tersebut berjalan cukup mulus tanpa diwarnai aksi ‘walkout’ Fraksi Partai Demokrat ataupun ‘drama’ mikrofon mati yang biasa terjadi saat interupsi.

Hal ini disebabkan karena hanya Fraksi PKS lah satu-satunya partai yang masih tetap ‘istiqomah’ menolak sedari awal atas keinginan Jokowi memindahkan Ibukota negara dari Jakarta ke Kalimantan tersebut.

Lalu ke mana Demokrat yang selalu setia mendampingi PKS dalam beberapa kali rapat paripurna terakhir?

Apakah Demokrat ‘masuk angin’ atau memiliki strategi lain?

Wallahu a’lam bishawab, karena sampai dengan saat ini penulis masih belum dapat jawaban dari Partai Demokrat, AHY maupun SBY terkait hal itu.

Kita skip dahulu soal IKN dan Demokrat, mari bahas lebih intens kasus KKN dua anak presiden ‘Sang Pisang’ dan ‘Gus Gibran’.

Publik tidak habis mengerti mengapa Kaesang-Gibran sampai dengan saat ini belum juga diperiksa oleh KPK, namun Ubed malah sudah dipolisikan oleh Noel Jokowi Mania ke Polda Metro Jaya.

Menurut Edward Snowden seorang mantan karyawan Central Intelligence Agency (CIA) yang menjadi kontraktor untuk National Security Agency (NSA) sebelum membocorkan informasi program mata-mata rahasia NSA kepada pers mengatakan bahwa:

“Jika mengungkap kejahatan diperlakukan layaknya penjahat, berarti anda sedang berada di negeri yang sedang dikuasai penjahat,” Nauzubillah min dzalik.

Kutipan Edward di atas menggambarkan kondisi terkini Ubedilah Badrun, dosen UNJ yang melaporkan dugaan TPPU dan KKN Kaesang Gibran.

Ubed merasa mendapat banyak teror usai melaporkan Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK beberapa waktu lalu.

Setidaknya ada tiga bentuk teror yang dialami Para Ubed

Pertama, kalimat bernarasi ancaman via media sosial dengan bahasa sarkastis.

Kedua, Ubed mengaku dirinya dikuntit oleh dua motor dan ada 2 orang yang mengamati rumahnya Jumat (14/1), mereka duduk di tempat istirahat lapangan basket, terlihat mengamati rumahnya sekitar 20 menit.

Ketiga, pada malam hari dia ditelepon berkali-kali via ponsel pribadinya oleh orang yang tidak dikenal.

Menurut Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, Ubed telah menjalankan tugas pokoknya sebagai akademisi untuk tetap bersikap kritis terhadap apapun yang layak untuk dikritik termasuk anak ‘pak lurah’.

Hal serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI, Maneger Nasution bahwa Ubed tak bisa dituntut sepanjang laporan itu dibuat dengan itikad baik, Ubed tak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata.

Dukungan terhadap Ubed kian meluas layaknya efek bola salju yang terus menggelinding dan membesar, konon teman-teman Ubed aktivis ’98 ‘perjuangan’ sedang menggalang dukungan secara masiv dan maksimal berada dibelakang Ubed.

Macan Parlemen Benny K Harman, anggota Komisi III DPR RI FP-Demokrat malah ajungin jempol kepada Ubed dan menyebutnya sebagai ‘pahlawan’ anti korupsi yang wajib dilindungi.

Ubed sendiri berharap KPK segera memproses laporannya, bahkan meminta penyidik KPK juga memeriksa Jokowi, nyalinya patut diacungi jempol.

Korupsi terjadi dalam bayang-bayang yang sangat sulit untuk diungkap, diselidiki, dan dituntut. Mengungkap perilaku korup seperti itu dan meminta pertanggungjawaban tokoh publik sekelas anak presiden butuh penyidik KPK sekelas Novel Baswedan atau Bambang Widjojanto.

Kini publik terus menanti kelanjutan proses kasus ‘gempa Solo’ yang getarannya terasa hingga ‘istana’ ini, apakah KPK masih bertaji ungkap kasus anak Jokowi?

Menurut penulis tergantung siapa yang akan meniup peluitnya nanti dan ke-legowo-an Jokowi untuk menyerahkan sepenuhnya kasus dua buah hatinya tersebut diproses oleh KPK demi tegaknya pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Bukankah pencegahan korupsi dimulai dari keluarga sendiri dan peran keluarga sangat penting dalam pemberantasan korupsi?

Ayo Pak dhe Jokowi tunjukkan itikad baik Anda!

Serahkan sendiri anak Anda, ajak dan temani mereka ‘jalan-jalan’ ke KPK. Seperti Ubed yang beritikad baik turut berpartisipasi dalam membangun negeri ini dengan mengedepankan penegakan supremasi hukum melalui pemberantasan korupsi sebagai pintu awal dalam mewujudkan ‘Indonesia Maju’.

*) Pengamat Politik dari Politika

Jaksel, 21 Januari 2021