M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.(foto ajiesukma/JakSat)

By M Rizal Fadillah

Keberadaan Menteri Agama beragama Islam seperti Yaqut Cholil Qaumas rasanya belum dirasakan manfaatnya bagi umat Islam. Bukannya membahagiakan, justru yang terjadi adalah membikin pusing dan sempit dada umat. Keberadaannya seperti menjadi musibah.

Ruwet sejak tekadnya untuk mengafirmasi Syi’ah dan Ahmadiyah, kurikulum deradikalisasi atau moderasi beragama, selamat Naw Ruz 178 EB, Kemenag hanya untuk NU, do’a semua agama, larangan kencleng, hingga terakhir aturan soal pengeras suara di masjid. Sesuatu yang sudah biasa dalam kehidupan umat Islam kini dimasalahkan dan diatur dengan ketat. Menteri Agama Yaqut membuat umat kalang kabut.

Ironis bahwa pengaturan pengeras suara masjid harus dibuat oleh seorang Menteri melalui Surat Edaran Menteri Agama No. 05 tahun 2022. Rasanya kurang kerjaan. Lagi pula jika dilanggar apa sanksinya ? Tentu tidak ada. Apalagi terhadap bentuk “Surat Edaran” menjadi pertanyaan sejauh mana kekuatan hukumnya ? Surat Edaran tersebut ditujukan kepada MUI, DMI, Ormas Islam dan lainnya dimana organisasi tersebut tidak memiliki hubungan struktural dengan Kemenag. Edaran yang bersifat himbauan dinilai tidak berguna dan dapat diabaikan.

Aturan atau kebijakan Menteri Agama harus berbasis hukum dan sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan. Surat Edaran adalah ketentuan internal yang hanya berlaku di lingkungan sendiri. Tidak mengikat secara umum dan luas. Surat Edaran bukan peraturan perundang-undangan karena tidak berisi norma tingkah laku (larangan, perintah, izin dan pembebasan).

Sudah kontennya soal pengeras suara masjid, juga daya ikat hukumnya tidak ada. Surat Edaran Menteri Agama ini adalah mengada-ada. Menteri Agama yang kurang kerjaan mengurus TOA.

Memang musibah rakyat dan umat Islam dengan memiliki Menteri Agama seperti ini. Menteri yang justru dinilai tidak kompeten dalam bidang keagamaan. Aturan dan kebijakan yang dibuatnya selalu kusut atau semrawut.

Menurut Islam jika mendapat musibah maka kita harus mengucapkan “innalillahi wa inna ilaihi roojiun”. Sesungguhnya asal dari Allah maka kembali kepada Allah. Dengan sikap ini kita menempatkan diri sebagai orang yang kuat dan sabar. Do’a lain adalah “Allahumma ajirni fie mushibati wa akhlif li khoeron minha”.

Di samping memohon pahala atas kekuatan dan kesabaran dalam menerima musibah, juga memohon agar diberi ganti dengan yang lebih baik dari keadaan ini. Jadi, jika kita merasa keberadaan Menteri Agama atau Menteri buruk lainnya sebagai musibah, maka kita berdoa agar Allah menggantinya. Setelah didahului dengan sikap sabar untuk menerimanya “Inna lillahi wa inna ilaihi roojiun”.

Jika yang kita anggap musibah bagi rakyat, bangsa, dan umat Islam itu adalah pemimpin yang lebih tinggi kedudukannya, maka baik pula berdoa agar diberi kekuatan dan kesabaran kepada kita, sekaligus agar diberi ganti dengan yang lebih baik.

Presiden yang lebih baik dengan kabinet yang lebih amanah dan berkhidmah pada rakyat dan ummah. Bukan khianah dan selalu menebar fitnah.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 23 Februari 2022