Oleh : Imam Wahyudi *)
Kontrawacana terhadap wacana yang kontraproduktif bergulir. Deras ke setiap sudut akal sehat. Akibat nyata abai integritas. Wacana menuai julukan tak waras. Pembangkangan terhadap konstitusi. Payah!
Wacana yang sangat mengesankan kampanye “pembodohan”. Bertolak belakang, saat berharap dukungan. Bahwa rakyat tidak bodoh. Kali ini, rakyat dikembalikan bagai “kerbau dicokok hidung”. Kebalikan dari perumpamaan itu, justru mereka mempertontonkan. Akrobat politik cenderung licik plus intrik. Tanpa rasa malu. Minim kalkulasi, sok hero yang lantas menerpa badai.
Tak butuh waktu lama, badai itu datang. Menyapu wacana yang tak secuil pun menawarkan makna. Tentu, makna bertata negara dan bangsa. Lebih pas sebagai asal bunyi. “Asal kaharti,” kata orang Sunda. Kali ini, gelagapan. Agenda tersembunyi, tak tahan tersimpan. Terkuak di ruang publik. Kekinian, mana bisa menutup rahasia borok. Jorok!
Lagi-lagi ditengarai ada mata rantai. Mengarah ke meja menteri UPW. Urusan Penyalahgunaan Wewenang. Ironisnya, tak sulit mendorong pihak untuk menjajakan. Trio pewacana tak butuh waktu bergerak. Mirip “pedagang asongan” di terminal. Sudah diduga sepi peminat. Dagangan pun, gosong terpapar panas sinar matahari.
Alih-alih partai sebagai pilar demokrasi. Kian berjarak dari substansi agregasi. Berlawanan “penyambung lidah rakyat”. Wakil Rakyat hanya tinggal papan nama. Tak perlu bicara memerjuangkan kepentingan rakyat.
Partai sebagai miniatur demokrasi, nyata terdistorsi. Utamanya PAN yang terlahir dari rahim gerakan reformasi bagai kehilangan jati diri. Ternyata, tak semua dalam paduan suara. Satu suara. Lantas, bergulir berita — Hatta Rajasa bicara. Dia menolak wacana penundaan Pemilu Serentak 2024.
Dalam kapasitasnya, Hatta Rajasa wajib bicara. Sejalan responsnya, saat diminta menjadi ketua MPP — usai kongres 2020 di Kendari. Hatta akan “menjewer” pengurus DPP PAN, bila melakukan tindak penyelewengan. Kali ini, dia lakukan. Terlebih pontensial penyelewengan terhadap konstitusi. Bukan lagi perkara internal semata.
Saya tak hendak menulis lebih jauh. Sederet pengamat dan analisis sudah bicara lebih komprehensif. Umumnya bernada nyinyir. Wacana yang sarat kepentingan dan pesanan. Terinspirasi bakal “gonjang-ganjing”, saya sedari awal mengantisipasi seri tulisan Sketsa Pemilu Serentak 2024 ini. Tahapan yang belum terprediksi bakal lancarjaya, sudah muncul wacana. Bukan sekadar aroma bau kentut yang berhulu istana.***