Laporan Utama Tempo : Skandal Pat Gulipat GOTO libatkan KKN Rezim Jokowi

471
Agustinus Edy Kristianto/ist

Laporan Utama Tempo : Skandal Pat Gulipat GOTO libatkan KKN Rezim Jokowi

Oleh: Agustinus Edy Kristisnto

Majalah Tempo edisi terbaru sudah terbit (28 Mei 2022). Topik Telkom-GOTO Gate tidak masuk cover story tapi ada di rubrik Ekonomi Bisnis.

*Ada dua laporan*:
1) “Lintang Pukang Investasi Telkomsel”;
2) “Berharap Untung Jangka Panjang”.

Seperti saya katakan pada status sebelumnya, saya ‘membutuhkan’ laporan Tempo untuk menguji teori kasus yang saya bangun dan verifikasi fakta dari para pihak/sumber lain.

*Saya membangun teori berdasarkan tiga hal:*

1. Telkom (TLKM) melakukan investasi melalui anak perusahaan Telkomsel di GOTO sebesar Rp6,3 triliun berupa Perjanjian Obligasi Konversi US$150 juta (Rp2,1 triliun) pada 16 November 2020 dan Perjanjian Pembelian Saham sebesar US$300 juta (Rp4,2 triliun) pada 18 Mei 2021;

2. Investasi Telkomsel Rp6,3 triliun itu diduga kuat mengandung transaksi afiliasi dalam hal posisi Erick Thohir sebagai Menteri BUMN yang membawahkan Telkom sebagai BUMN yang mengendalikan Telkomsel sekaligus mewakili pemegang saham NKRI (52%) di TLKM, sebab, kakak Erick, Garibaldi Thohir, tercatat sebagai Presiden Komisaris dan pemegang saham GOTO; hubungan afiliasi lainnya adalah berkaitan dengan posisi Wishnutama Kusubandio yang rangkap sebagai Komisaris Utama Telkomsel sekaligus Komisaris GOTO;

3. Investasi Telkom Rp6,3 triliun itu diduga kuat mengandung transaksi benturan kepentingan, dalam hal terdapat unsur menguntungkan pihak lain. Pihak yang diuntungkan adalah pihak-pihak—dalam hal ini—pemegang saham GOTO lama yang mendapatkan keuntungan dari buyback (pembelian kembali) saham mereka oleh perusahaan yang diduga menggunakan sebagian dana investasi dari Telkomsel tersebut sebelum IPO (backdoor).

*Setidak-tidaknya peristiwa itu, dalam pikiran saya, bisa ditindak menggunakan aturan sbb:*

1. UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, secara spesifik pada larangan nepotisme, yang ancaman hukuman maksimalnya adalah 12 tahun penjara;

2. UU Pasar Modal dan Peraturan OJK (42/2020) berkaitan dengan transaksi afiliasi dan benturan kepentingan, yang menurut UU Pasar Modal juga terdapat ancaman pidana badan;

3. UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Meskipun ada Surat Edaran MA yang menyatakan kerugian anak perusahaan BUMN bukan kerugian negara, saya berpikir tidak selalu demikian adanya, mengingat hal-hal sebagai berikut:

1. Telkomsel adalah perusahaan terkendali TLKM karena TLKM menguasai mayoritas 65% saham Telkomsel. Laporan keuangan Telkomsel terkonsolidasi dengan Telkom. Penurunan nilai investasi tercatat dalam buku TLKM yang berkonsekuensi mengurangi laba;

2. Preseden. Polda Metro Jaya pernah menyelidiki Telkomsel dalam perkara korupsi proposal program sinergi new sales broadband Telkomsel yang diduga merugikan negara Rp300 miliar. Bekas Dirut Telkomsel Setyanto Hantoro dan Edi Witjara (sekarang direktur Telkom) pernah diperiksa pada Mei 2021. Kemudian kasus investasi Telkom melalui anak perusahaan PT PINS di Tiphone sebesar Rp1,5 triliun diselidiki KPK sebagai tipikor pada 2020. Artinya, apa yang terjadi di Telkomsel, anak perusahaan BUMN, dapat diproses tipikor.

*Mari kita simak temuan Tempo.*

1. Tempo menulis teaser begini: “Telkom terpapar kerugian akibat investasi Telkomsel pada GOTO. Modal masuk diduga digunakan untuk membayar saham investor lama”

_Sejak menerima suntikan modal dari Telkomsel pada November 2020,_ Gojek rajin membeli kembali (buyback) saham milik investor lama. Dana diambil dari kas perusahaan. Saham yang di-buyback itu antara lain milik karyawan dan manajemen GOTO serta sejumlah pemodal.

Konteksnya begini, saya buat simpel. Ketika transaksi Rp6,3 triliun closing pada 18 Mei 2021, posisi modal disetor GOTO sebesar Rp800,6 miliar saja. Terdapat penerbitan 89.125 lembar saham untuk Telkomsel. Jumlah total saham saat itu 3.215.782 lembar. Artinya bagian Telkomsel hanya kurang lebih 3%. Telkomsel beli saham GOTO di harga US$5.049/lembar (Rp72 jutaan/lembar). Itu tercatat baik di laporan keuangan TLKM maupun Prospektus GOTO.

Peristiwa penting adalah perubahan Akta 65 (14 Oktober 2021). GOTO melakukan stock split. Nilai nominal saham disesuaikan seluruhnya dari awalnya Rp1/lembar menjadi Rp266,167/lembar. Pada hari yang sama, terjadi lagi perubahan Akta 66. Nilai nominal saham Rp266,167/lembar itu dikembalikan lagi ke Rp1/lembar.

Saya belum tahu persis apa maksud dan motif perubahan akta dalam sehari itu. Yang jelas, akibat stock split tersebut, lembar saham Telkomsel di GOTO berubah menjadi lebih banyak 23.722.133.875 lembar saham, meskipun komposisi tetap di bawah 5%. Jika Rp6,3 triliun dibagi 23,7 miliar lembar, hasilnya per lembar adalah Rp266.

Apa yang terjadi kemudian adalah rentetan buyback dilakukan GOTO setelah stock split. Saya menggunakan acuan harga Rp266/lembar untuk menghitung siapa pihak yang sahamnya dibuyback dan berapa uang yang didapat. Hasilnya sama dengan laporan Tempo, sebab hal itu juga tercatat di Prospektus GOTO:

Total buyback setelah Telkomsel masuk dengan harga stock split 266 (14 Oktober 2021)

– Rp285,679,702,770 PT Bright Foods International (perusahaan makanan berbasis di China);
– Rp136,857,215,726 PT Amanda Cipta Persada (pernah tercatat transaksi di Alfamart, GOLD, TBIG)
– Rp240,454,419,744 NTH Gemma Inc (terafiliasi Northstar Group menurut CNBC)
– Rp2,364,470,010 PT Northstar Pacific Investasi
– Rp254,927,021,426.00 SB Pan Asia Fund (terafiliasi Softbank)
– Rp9,793,622,048 WP Investment Fund (badan hukum Korea Selatan)
– Rp40,793,646,684 WP Gojek Investment
– Rp89,932,629,738 GJK Holding (badan hukum Belanda, tercatat pernah dihukum karena insider trading oleh SEC)
– Rp213,590,982,388.00 GJK Holding
– Rp297,665,726,344.00 Sixteen Dragonfruit (badan hukum Luxembourg)
– Rp5,857,885,516.00 Yosemite Strategies LLC (badan hukum US)
– Rp212,466,528,568.00 SVF GT Subco Singapore (terafiliasi Softbank)

Totalnya Rp1,79 triliun (Rp1,790,383,850,962). Cocok dengan yang tercatat di Prospektus GOTO. Bahwa pembayaran atas saham treasuri dari pembelian kembali saham Pra-IPO sebanyak 10,2 miliar lembar senilai Rp1,7 triliun.

Per November 2021, Garibaldi Thohir tercatat sebagai pemegang 1,05 miliar lembar saham GOTO.

Artinya adalah diduga kuat ada rombongan yang keluar GOTO sebelum IPO. Saham mereka dibeli oleh GOTO setelah dana Telkomsel masuk. Mereka sudah untung karena modalnya hanya Rp1/lembar. Dibeli setidak-tidaknya Rp266/lembar. Para pihaknya adalah yang saya sebut di atas dan sudah dimuat Tempo juga. Bahkan Tempo memberikan atribut kepada
*Northstar adalah* *private equity yang*
*didirikan oleh Patrick Walujo.*
*Dia adalah menantu TP.* *Rachmat.*
*Northstar adalah mantan pengendali Trimegah (TRIM) sebelum akhirnya beralih ke Boy Thohir melalui akuisisi 34,64% saham.*

Selanjutnya seperti kita ketahui, mereka jualan saham GOTO melalui IPO pada harga penawaran Rp338/lembar.

Bahasa awam untuk menggambarkan keadaan ini adalah bahwa GOTO adalah perusahaan yang masih merugi dan di masa depan belum tentu bisa menghasilkan untung (diakui sendiri dalam Prospektus) yang mendapatkan investasi dari Telkomsel Rp6,3 triliun, yang sebagiannya (Rp1,7 triliun) dipakai untuk membeli saham pemilik lama. Artinya tidak persis sesuai juga dengan yang tertulis di Prospektus bahwa dana itu untuk modal kerja.

2. Tempo melaporkan, “Telkom pun meminta pendapat Kejaksaan Agung mengenai rencana investasi di Gojek. Kejagung menolak dengan pertimbangan Gojek belum membukukan keuntungan. Menurut Kejagung, Telkom sebagai BUMN harus menghindari potensi kerugian dari investasi. Manajemen Telkom pun bolak-balik menjelaskan bahwa ada keuntungan berupa potensi pasar dan bisnis baru yang akan didapatkan dari ekosistem digital Gojek. Kejaksaan memberi opini legal dengan catatan Telkom harus membeli saham baru yang diterbitkan Gojek, bukan membeli saham dari investor lama… ”

_Lihat, siapa yang berkomunikasi dengan Kejagung_: *Telkom.*
Artinya Telkom ada urusan dengan transaksi ini, tidak bisa lepas tangan.

*Laporan Tempo menguatkan argumen saya yang mempertanyakan bagaimana bisa BUMN berinvestasi Rp6,3 triliun di perusahaan yang tengah merugi dan bisa jadi akan terus merugi?*
Business Judgement Rule macam apa yang dimajukan mengingat jika melihat UU Perseroan Terbatas, yang namanya Business Judgement Rule juga mensyaratkan tidak adanya transaksi afiliasi dan benturan kepentingan?

Pada akhirnya memang dibuat skema penerbitan saham baru untuk Telkomsel, tapi faktanya ada sebagian dana yang dipakai untuk membeli saham pemilik lama!

3. Bekas Dirut Telkomsel ketika transaksi terjadi yakni Setyanto Hantoro—menurut saya—pasang badan. Kepada Tempo, ia mengakui bahwa investasi Telkom dan Telkomsel ke Gojek adalah idenya.
“Tapi ide ini tidak ada hubungannya dengan pihak lain,” kata dia.

Pada status beberapa hari lalu, saya menyinggung soal Setyanto yang hilang bak ditelan awan. Ternyata sekarang sudah ‘ditemukan’ Tempo. Dia membangun bisnis pusat data melalui Provident Capital Partners. Provident adalah perusahaan yang didirikan Winato Kartono, pelaku industri keuangan yang juga pernah menjadi Komisaris Gojek.

4. Tempo melaporkan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga berkata penyertaan modal Telkomsel di GOTO tidak membutuhkan persetujuan Menteri BUMN. Persetujuan investasi itu cukup diperoleh dari Dewan Komisaris Telkomsel.
*Tidak ada sama sekali Pak Erick ikut campur* *menentukan apakah boleh investasi atau tidak.*
*Tidak ada kaitannya dengan Pak Boy.*
*Itu business-to-business antara Telkomsel dan Gojek.”*

_Artinya adalah dia mau bilang masalah Rp6,3 triliun itu persetujuan Dewan Komisaris Telkomsel, yang mana kita tahu, Wishnutama Kusubandio adalah Komisaris Utama Telkomsel merangkap Komisaris GOTO_ (hal mana saya persoalkan juga karena masalah afiliasi dan benturan kepentingan).

Apakah ini artinya Wishnutama yang akan dikorbankan (dan Setyanto Hantoro yang pasang badan), kita lihat saja nanti.

*Sebagai catatan, Wishnutama tidak ada komentarnya dalam laporan Tempo.*

5. Tempo mengutip Chief of Corporate Affairs GOTO Nila Marita yang membantah dana Telkomsel dipakai untuk buyback saham pemilik lama.
Meskipun, kata dia, “Buyback saham ini telah mendapat persetujuan para pemegang saham, TERMASUK Telkomsel.”

Saya tidak komentari,
Anda nilai sendiri.

6. Apa kata Dirut Telkom Ririek Adriansyah?
Dalam laporan Tempo, ia bicara soal loss-gain (unrealized), yang mana kita semua tahu, saya tidak fokus peduli ke situ.
Dia tidak komentari tentang pokok masalah yakni afiliasi dan benturan kepentingan.

*Saya tidak berhalusinasi tapi begitulah semua yang terjadi.*
Ke mana OJK dan para penegak hukum bersembunyi,
saya tidak tahu.
Ke mana Presiden Jokowi, saya pun tidak tahu.

Saya telah mengungkapkan apa yang terjadi, tinggal masyarakat menilai.

Jika pun afiliasi dan benturan kepentingan tidak masalah di negara ini, pelakunya tidak diproses hukum, mari saudara sekalian, kita ikuti ‘teladan’ para pejabat kita untuk melakukan hal yang sama dalam setiap proyek pemerintah, BUMN/BUMD, dll. Ketimbang menjadi bangsa yang munafik!

_Mungkin, itulah makna Revolusi Mental: munafik._

*Salam Telkom Gate.*..
*Segera Penjarakan Thohir Brother*

??????