Pekerja wanita Indonesia jaman resesi 1930 | IST
Pekerja wanita Indonesia jaman resesi 1930 | IST

JAKARTASATU.COM – Resesi tahun 1929-1930 di Indonesia oleh pemerintah kolonial disebut Malaische, jaman Melayu. Entah apa maksud Belanda bilang begitu selain untuk mengejek. Belanda katakan ini dampak PD I 1914-1918 yang belum pulih. Karena susah pulih akhirnya ambruk sekalian.

Malaische macam resesi 1998 lebih menggigit kelas menengah dari pada rakyat.

Setelah tahun 1930 kalau lihat Jakarta saja, pusat2 belanja Pasar Baru dan Pancoran makin ramai. Pasar Malam di Gambir pun dibuka. Lapangan terbang Kemayoran sibuk.
Ini berlangsung sebentar saja. Maret 1942 Jepang gusur Belanda dari Indobesia.
Kalau dilihat dari pengalaman malaische, ternyata itu terjadi di antara PD I dan PD II.
Resesi tak dapat dilihat dari factor econ saja, tapi terutama dari konflik politik Internasuonal. Karena resesi sejatinya sebuah diksi perang .

Kita tak bisa berkata bahwa Indonesia tak mempan resesi karena batu bara dan sawit kita lagi laris manis tanjung kimpul.

Dunia dalam hitungan minggu sangat mungkin kembali masuki era resesi. Federaral reserve akhir bulan Juli akan menaikkan lagi suku bunga. Rubel dan Yuan yang katanya pesaing berat tampaknya tak ada gerakannya yang mempengaruhi pasar uang. Meski pun sangat mungkin materi ini masuk dalam pembicaraan Jokowi-Jin Ping
hari2 ini, walau cuma ke tingkat prihatin saja.

Yang pasti, Jin Ping ajak Indonesia lawan AUKUS. Wadaw wadaw kapal induk bertenaga nuklir USA sudah merapat di Singapore.

*) Ditulis oleh Ridwan Saidi,
budayawan Betawi, sejarawan, dan intelektual Islam

(Yos/Jaksat)