Oleh: Memet Hakim, Pengamat sosial, Ketum APIB
Menurut Wikipedia: Proyek turnkey atau operasi turnkey adalah jenis proyek yang dibangun sehingga dapat dijual kepada pembeli mana pun sebagai produk lengkap. Chandra Law Firm, 2022: Turnkey adalah sebuah metode pelaksanaan proyek yang didasari kontrak, di mana pihak kontraktor pelaksana setuju untuk merancang sepenuhnya, membangun dan melengkapi fasilitas pelayanan dan baru akan menyerahkan hasil dari proyek itu setelah siap untuk operasi.
Umumnya project semacam ini memerlukan waktu pembangunan antara 1-3 tahun, jarang sekali ada yg lewat dari 5 tahun. Sebagai pembanding membangun 4 unit pabrik Urea cukup 2 tahun, bikin smelter dan Pabrik Kelapa sawit cukup 1 tahun.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, (3/9/2015), di depan Komisi III Gedung DPR, menyampaikan bahwa soal banyaknya pekerja asal China di Indonesia yang banyak diperbincangkan, mereka bisa merambah pekerjaan level bawah, karena ada kontrak proyek ‘terima jadi’. Yasonna berbicara dalam rapat soal pengawasan terhadap orang asing.
Turn-key project dijelaskan Yasonna adalah kontrak pengerjaan beserta pekerja-pekerjanya, dan pihak Indonesia tinggal menerima hasil jadinya. Maka banyak pekerja Tiongkok yang dipekerjakan sampai urusan level bawah. “Pada umumnya, China mau berinvestasi dengan model ‘turn key project’ ini,” tutur Yasonna.
Anggota DPR melaporkan, banyak pekerja asal Tiongkok yang berjualan di pinggir jalan dan pasar-pasar. Padahal itu adalah lapangan pekerjaan bagi warga Indonesia. Yasonna menyatakan, memang Direktorat Jenderal Imigrasi menemukan juga hal semacam itu.
“Banyak juga yang kita temukan mereka berjualan di mana-mana. Ini termasuk melanggar, mereka awalnya masuk sebagai turis namun kemudian lari (berjualan dan berbisnis lain),” kata Yasonna.
Tulisan ini dibuat guna mengingatkan kita, sekarang tahun 2022, menterinya masih sama yakni Yasonna Laoly. Turnkey project dari Cina, yg membawa begitu banyak tka, sampai saat ini sudah lebih dari 7 tahun, tidak terdengar yang pulang kembali. Apakah dari seluruh project itu tidak ada yg selesai satupun ?
Ini pertanyaan besar yg perlu dijawab oleh pemerintah, jangan sampai alasan turnkey project memang dimaksudkan untuk maksud lain seperti misalnya untuk menambah penduduk guna keperluan pemilu. Pemberian KTP bagi para tka ini merupakan suatu kejahatan yang dilegalkan, makanya ini harus dicegah dan di data ulang.
Sepertinya perlu dibentuk tim khusus utk memeriksa perkembangan turkey proyects aseng ini dan penanganan masalah sosial yg akan timbul.
Dampak lamanya tka tersebut tinggal di wilayah RI pasti tidak akan dialami oleh para pengagasnya, seperti misalnya berapa banyak anak yg lahir dan tidak beragama, pendidikannya tidak jelas, dll. Ini bisa menjadi bom waktu 20 tahun yad.
Selain itu tidak jelas apakah para pekerja aseng ini bayar pajak penuh atau tidak ? Seandainya mereka dibebaskan pajaknya, kenapa pribumi saja yang dikejar kejar pajaknya ? Yang perlu diingat juga adalah semua pembiayaan project diatas adalah utang pemerintah, yg ujungnyanya harus dibayar oleh rakyat lewat APBN atau APBD. Contoh yg sangat jelas adalah Proyek LRT di Palembang dan KA cepat Jakarta – Bandung. Artinya rakyatlah yang membayar upah pekerja asing tersebut. Jika benar sinyalemen ini tentu ada yg perlu diperbaiki.
Bandung, Juli 2022