By M Rizal Fadillah

PEMBUNUHAN SADIS Letkol Purn Muhammad Mubin, mantan Dandim yang bekerja sebagai sopir, oleh Henry Hernando sudah menjadi perhatian publik. Kemarin ratusan Purnawirawan TNI menggeruduk Polsek Lembang dan mempertanyakan serius kasus ini. Kapolres Cimahi yang hadir dalam acara tersebut turut menjelaskan, meskipun oleh perwakilan peserta dialog penjelasan tersebut dinilai setengah hati dan belum terbuka.

Unjuk rasa keprihatinan para purnawirawan bersama Ormas dan elemen masyarakat ke Sektor Kepolisian dan juga melihat TKP adalah wujud dari sikap Purnawirawan TNI untuk mendesak pihak-pihak yang berwenang agar mengusut peristiwa ini dengan sebenar-benarnya. Jangan ada cover up atau menutup-nutupi.

Di tingkat pemeriksaan Polda terkuak fakta bahwa tersangka maupun saksi melakukan kebohongan. Menurut tersangka dan saksi korban telah meludahi sehingga terjadi pertengkaran padahal faktanya hal itu sama sekali tidak terjadi. Henry langsung menyerang dan nenusukkan pisau berulang-ulang ke leher, dada, dan perut korban. Serangan itu menyebabkan tewasnya korban.

Di tingkat Polsek Lembang dan Polres Cimahi tersangka hanya dikenakan Pasal 351 ayat (3) KUHP yaitu penganiayaan yang menyebabkan kematian. Akan tetapi di tingkat Polda justru tersangka diduga melakukan pembunuhan dengan terencana sehingga dikenakan Pasal 340 KUHP Jo Pasal 338 KUHP. Hal ini tentu menjadi menarik.

Di samping itu permasalahan tidak cukup dengan bermain pada pasal pasal yang dituduhkan akan tetapi publik ingin mengetahui motif dari terjadinya pembunuhan yang direncanakan tersebut. Sekedar kesal karena kendaraan yang diparkir di depan toko gudangnya atau sebab lain ?

Pembunuhan sadis seorang sopir mobil pick up yang ternyata Letkol Purnawirawan TNI mantan Dandim oleh pengusaha keturunan ini harus diusut secara terbuka dan transparan. Ada rasa keadilan masyarakat yang terusik. Tahukah Henry Hernando bahwa yang ia rencanakan untuk dibunuh itu adalah seorang Purnawirawan perwira TNI ?

Bila ia mengetahui, maka ini adalah serangan pada institusi. Keberanian atau kenekadan yang dilakukan tentu berdasar. Apakah karena merasa ada “becking” atau kekuatan relasi yang diharapkan dapat meringankan sanksi atas perbuatannya ?

Bila ia tidak mengetahui dan menganggap sang sopir hanya rakyat jelata, maka inipun adalah pelecehan berdasar strata sosial. Arogansi khas pengusaha keturunan yang sering merendahkan warga pribumi.

Bahwa kita tidak boleh menyinggung persoalan etnis mungkin benar, akan tetapi faktor etnis sering menjadi fakta atas perilaku diskriminatif. Apalagi jika sang etnis itu menganggap uang dapat menyelesaikan segalanya.

Kesenjangan sosial adalah persoalan bangsa yang utama. Kemewahan dan arogansi menjadi ciri strata tertentu, sementara strata lain hidup dalam keadaan serba sulit dan mengais-ngais. Kecemburuan sosial dapat menjadi dendam yang terpendam dan dapat berkulminasi menjadi potensi konflik yang mengejutkan.

Kasus pembunuhan Letkol TNI Purn Muhammad Mubin adalah gunung es persoalan kemasyarakatan dan kebangsaan kita di era kemerdekaan. Dan tentu saja di rezim ini. Karenanya kasus Lembang ini bukanlah masalah kecil tetapi besar atau sangat besar. Ada persoalan fundamental di sana.

Kiranya jangan ada cover up dalam kasus ini. Sudah terlalu banyak mafia yang merambah ke segala arah. Ada mafia tanah, mafia minyak goreng, mafia kepolisian, mafia pengadilan, ataupun mafia politik di ruang parlemen. Ayo buka dan buktikan bahwa kekerasan tidak bisa ditoleransi apalagi atas dasar arogansi.

Waspadai perambahan dari Sambo ke Hernando. Sama-sama berangkat dari kebohongan.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 22 Agustus 2022