JAKARTASATU.COM — Tragedi Ferdy hingga Teddy memicu aksi reformasi institusi polri. Bersifat mendesak.

Mereformasi tak sesederhana bersih-bersih. Haruslah meliputi semua aspek. Tata kelola hingga sistem yang menyeluruh dan universal. Komitmen Kapolri, jawabnya dinanti. Langkah simultan di antara penuntasan tragedi polisi.

Bersih-bersih haruslah dengan sapu yang bersih. Ini soalnya. Bahwa ada ruang kotor berserak sampah yang harus dibersihkan. Diduga sudah berlangsung lama. Jauh sebelum periodisasi jabatan kapolri hari ini. Rasanya sudah dalam kondisi akut pula.

Kapolri, Jenderal Pol. Listyo Sigit punya tugas ekstra berat. Pembenahan internal itu tak terhindarkan. Publik terlanjur marah. Justru pada tingkat kepercayaan masyarakat menukik tajam. Apa jadinya, bila distorsi itu berkelanjutan? Lantas, bagaimana nasib kamtibmas?

***

Peristiwa Duren Tiga dengan aktor utama Irjen Pol. Ferdy Sambo, kadung mencoreng reputasi polri. Lantas jadi titik tolak reformasi. Tapi, belum cukup jauh melangkah — sudah muncul tragedi lain. Terkesan “serupa tapi tak sama”. Aroma tak sedap “Kaisar Sambo & Konsorsium 303”. Bersahut babar sengkarut lainnya dari PPATK. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ini mendeteksi aliran dana dari transaksi judi “online”. Jumlahnya fantastis, Rp 155 triliun. Tak ada tindak-lanjut, belum pula dibuka ke publik.

Peristiwa Duren Tiga mencetak rekor keterlibatan internal polisi. Tercatat 97 orang. Proses maraton penyelidikan. Jalan panjang dan berliku. Upaya reformasi, mungkin pula tersendat. Berangkat dari kasus Ferdy, tragedi pun tak juga berhenti.

Ledakan Tragedi Kanjuruhan yang menyayat hati. Korban tewas, data terakhir mencapai 133 orang. Berujung copot jabatan Kapolda Jatim, Irjen Pol. Nico Afitan. Ibarat belum tegak berdiri, kembali polisi dicokok polisi. Kali ini, Irjen Pol. Teddy. Kasus narkoba pula. Alih-alih memberantas, malah sang Kapolda Sumbar itu yang tersambar. Tak terbayangkan, diduga “menjual” barbuk 5 kg sabu.

Tiga tragedi dengan tiga perwira tinggi polri. Ketiganya berpangkat irjen (mayjen -pen). Bagai “perang bintang”. Dari Ferdy ke Teddy.

***

Tragedi Ferdy hingga Teddy, adakah berkaitan? Tak hendak berspekulasi soal itu. Satu hal, “rangkaian” itu terjadi dalam tiga bulan. Hal lain, latar peristiwa menuju peristiwa.

Hanya selang sehari, Kapolri menyatakan Kapolda Jatim tak terlibat skenario Ferdy Sambo. Lantas meledak Tragedi Kanjuruhan. Nico selaku penanggungjawab kamtibmas di Jatim pun copot jabatan. Hanya hitungan hari, Teddy Minahasa yang promosi dari Kapolda Sumbar. Belum berlanjut sertijab, Teddy keburu terjerat kasus narkoba. Prestasi mengungkap temuan 41,4 kg sabu, pupus sudah. Justru dalam kasus sama, bertajuk narkoba. Divisi Propam Polri menangkap Teddy. Karuan, jabatan Kapolda Jatim untuknya dibatalkan.

Polisi menangkap polisi, langkah terpuji. Polisi menembak polisi dan polisi ditangkap polisi, tidaklah presisi. Pengungkapan perkara hendaknya menjadi titik balik. Mengembalikan reputasi polisi sejati. Dalam semua penegakkan hukum. Bagi semua anak bangsa, tanpa kecuali. Polri yang mumpuni sebagai alat negara dan bukan alat kekuasaan.

Badai bertubi menerpa polri. Riwayatmu kini. Saatnya Kapolri mengembalikan profil Polri yang seharusnya. Polri dengan tugas pokok — berperan dalam kamtibmas dan penegakkan hukum. Polri yang memberi perlindungan, pengayoman dan layanan masyarakat. Kaulah, Bhayangkara Negara!***

Imam Wahyudi (iW)
wartawan senior di Bandung