Sementara tokoh yang paling diperbincangkan sebagai cawapres adalah 1. Agus Yudhoyono (708), 2.Muhaimin Iskandar (322), 3. Erick Tohir (87), 4. Ridwan Kamil (80), 5. Airlangga Hartarto (52), 6. Sandiaga Uno (32).
Di lain hal, Bakal capres dengan persentase perbincangan positif paling tinggi adalah 1. Ganjar Pranowo (86,76%), 2. Puan Maharani (86,58%), 3. Prabowo Subianto (86,53%), 4.Anies Baswedan (83,93%)
Sementara bakal cawapres dengan perbincangan positif paling tinggi adalah 1. Muhaimin Iskandar (96,38%),2. Agus Yudhoyono (85,04%), 3. Ridwan Kamil (81,79%), 4.Erick Tohir (80,89%).
“Dari bigdata di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa calon yang diperbincangkan paling positif belum tentu menjadi paling popular. Demikian pula sebaliknya calon paling popular belum tentu menjadi calon yang paling positif,”ungkapnya.
Jika melihat dari trend popularitas vs perbicangan positif, maka capres Anies Baswedan menjadi tokoh sangat popular dibandingkan tokoh lain, namun perbincangan positif masih paling rendah.
Untuk cawapres Agus Yudhoyono menjadi kandidat cawapres dengan popularitas dan perbincangan positif paling baik.
Bigdata continuum INDEF juga menganalisis perbincangan atau ide-ide apa dimunculkan oleh masing-masing kandidat terkait beberapa isu-isu ekonomi. Hal ini guna melihat sejauh mana para kandidat capres mempunyai atensi terhadap permasalahan yang ada di masyarakat khususnya di bidang ekonomi.
“Dari hasil analisis, Anies Baswedan terlihat menjadi tokoh dengan perhatian ke sektor ekonomi (fiskal dan moneter) yang paling tinggi,” jelasnya.
Wacana penundaan pemilu tersebut harus diantisipaisi, karena wacana tersebut tidak relevan. Untuk kasus Indonesia telah membuktikan ketika terjadi krisis 1999 toh Indonesia bisa menyelenggarakan Pemilu.
“Begitu pula ketika krisis covid 2020, pemerintah tetap dapat menyelenggarakan pilkada dengan sukses. Hal itu adalah bukti empiris, bahwa krisis tidak ada hubungannya dengan hajatan politik. Pemilu harus tetap dilaksanakan karena terkait Kekuasan tertinggi yang ada di tangan rakyat atau Kedaulatan rakyat. Pemilu tidak boleh ditunda, apalagi wacana perpanjangan jabatan. Kedaulatan rakyat bisa dipotret via survei-surveidi atas. Survei Indikator politik dan LSI mayoritas publik menolak penundaan pemilu,” ungkapnya.
Apalagi terkait amanah konstitusi, pasal 7 UUD 1945 dan pasal 22 tentang pileg yang dibatasi hanya 5 tahunan. Bukan hal mudah mengganti amaneemen konstitusi bila ingin perpanjangan jabatan presiden. Pemilu adalah alat legitimasi kontrak politik memilihpemimpin. Kedua, harus dipegang teguh konsitusi. Tidak ada alasan menunda pemilu karena alasan anggaran.
“Untuk itu perlu direkomendasi ; perlu dilakukan evaluasi pendanaan pemilu. KPU harus menyisir apa saja yang perlu dihemat dan dilakukan. era pilkada lalu telah dihemat dengan kampanye tatapmuka via daring saja. Termask juga anggaran pemerintah dan penghematan anggaran DPR. Tidak perlu ada reses DPR. Proyek mercu suar harus di setop. Pemilik kedaulatan rakyat dengan pemilu 2024 jangan sampai dihilangkan. Terdapat 301 negara yang ketika krisis covid 19 tetap laksanakan pemilu,”pungkasnya. (aen)