Antara Cianjur dan Puncak. Indah pemandangan alam. Hawa sejuk pegunungan.
Jalur pasti Bandung-Jakarta. Pun sebaliknya. Sebelum ada ruas tol Cipularang. Tak kurang 17 tahun silam. Hampir tiap pekan, menyusur Cianjur. Merambah Jakarta via jalur Puncak. Berkelok di antara hamparan kebun teh.
Saat menanjak di daerah Cugenang, jalan berkelok. Menyerupai tapak kuda. Awal pendakian. Mulai terasa atmosfir kawasan Puncak. Cugenang, sebuah kecamatan — berjarak hanya 9 km dari pusat kota Cianjur ke arah barat.
Siang itu, tiba-tiba langit kelam. Senin kemarin, bumi runtuh. Di sekujur Cugenang. Kawasan yang mudah dikenang. Tebing di bibir jalan ambruk. Menutup deretan warung di seberangnya. Sejumlah mobil parkir terkubur. Pun yang tengah melaju. Badan jalan retak menganga. Gempa bumi terjadi. Menghempaskan seketika. Sebagian besar yang berada di permukaan Cugenang.
Pusat Gempa
Pusat gempa tektonik berada di darat di wilayah Kab. Cianjur. Utamanya di kawasan Cugenang. Itu sebabnya terdampak paling parah.
Bukan semata kekuatan magnitudo 5,6 SR. Tapi juga kedalaman “hanya” 11 km dari gerakan bumi. Patahan geser aktif dari Sungai Mandiri di Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi — melewati Cianjur.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto mengonfirmasi korban 268 meninggal dunia. Di antaranya 122 jenazah sudah terindentifikasi. Data per hari Selasa pk 17.00. Sebelumnya Gubernur Jabar, Ridwan Kamil menyebut 162 orang korban mati. Belum ada data mutahir.
Setidaknya langkah tanggap darurat sudah sigap dilakukan. Bahkan perhatian Presiden Jokowi yang turun ke lokasi dan memimpin koordinasi. Betapa tidak, jumlah korban jiwa yang sangat banyak. Ditambah 1.083 korban luka yang butuh perawatan. Kapasitas rumah sakit sangat terbatas. Bahkan dukungan layanan kesehatan lainnya yang juga minim.
Tercatat 58.362 orang harus mengungsi. Sejumlah 22.198 unit infrastruktur rusak. Termasuk perkantoran dan pesantren.
Tanggap Darurat
Penulis mengapresiasi langkah gerak cepat BNPB. Dengan dukungan BPBD sekitar, aparat pemda, kekuatan TNI dan polri.
Langkah tanggap darurat tengah berlangsung. Dalam 72 jam pertama masa krusial. Sebuah kegiatan yang bersifat sesegera. Dalam menanggulangi dampak bencana. Meliputi penyelamatan, evakuasi, pengamanan harta benda, kebutuhan dasar warga, perlindungan, pengurusan pengungsi dan pemulihan sarana prasarana.
Melihat dampak yang ditimbulkan, kegiatan tanggap darurat — butuh waktu lebih lama. Tak cukup dengan masa krusial tiga hari. Betapa pun, bencana gempa bumi — mengingatkan kita — bahwa Indonesia masuk dalam hamparan ring of fire (cincin api). Perlu pengenalan, pemahaman dan pengetahuan tentang ilmu kebencanaan.***
– iW