#NGOPIPAGI Kopi Arabika Gunung Puntang/ata

SALAM Ngopi, indah betul menikmati kopi itu. Kali ini saya menikmati Kopi Gunung Puntang ini adalah kopi salah satu terbaik dunia.  Men ikmati kopi ini seperti punya daya pikat sendiri. Kopi Puntang itu berkarakter dan memiliki citarasa khas, manis ada kadar asam yang tinggi. Kopi puntang cocok diseduh dengan tubruk atau jenil lainnya V60, bahkan ColdBrew. Saya suka khas alami dengan tubruk.

Kopi Puntang Biji kopinya makin moncer di dunia setelah berhasil menyabet penghargaan di ajang Specialty Coffee Association of America Expo di Atlanta, Amerika Serikat, pada April 2016. Juara pertama dan biki Kopi Gunung Puntang didapuk kategori rasa.

Dalam catatan saya ini Biji kopi dari Gunung Puntang telah dibudidayakan secara fokus sejak 2007 lalu. Di sana, ada sekitar 270 hektar lahan perkebunan kopi dengan sekitar 180 petani yang kini berkiprah. Di kedai saya saya menjual biji kopi Puntang jika ada minat dan ingin menikmati datang dan bisa pesan langsung di BIJIKOPIDUNIA#234 kawasan Kebagusan Raya Jakarta Selatan.

Kopi Puntang juga kita sebut kopi asli 100% kopi asli khas Jawa yang sejarah awal bibitnya dari Belanda dan Gunung Puntang salah satu yang jadi sejarah kopi saat Belanda menanam kopi di tanah Parahyangan.

Sambil #ngopipagi ini saya membaca soal demokrasi kita yang saat ini nampaknya makin panas, seolah mau belah-belahan dan diaduk-aduk.

Kawan saya Uchok Sky Kadhafi menyoroti misalnya kasus mobilisasi Relawan Jokowi di GBK beberapa hari lalu menunjukkan upaya politik menghibur diri dan bisa dimaknai sebagai sikap frustasi untuk menutupi kenyataan bahwa ia tidak punya kuasa menentukan calonnya untuk diusung oleh PDIP.

Padahal, semua juga mengetahui bahwa relawan itu tidak punya legal standing dalam hal pengusungan capres-cawapres, tulis Uchok.

“Upaya mengerahkan sekian ribu relawan Presiden Jokowi seolah ingin menunjukkan bargaining ke PDIP seolah rakyat masih di belakangnya dan memberikan dukungan kepada siapapun calon yang dikehendaki. Meski nyatanya, yang dimobilasasi itu juga banyak yang bisa dipertanyakan apakah mereka benar-benar relawan atau “mobilisasi” yang dibiayai,”ungkapnya.

Presiden Jokowi belum menyadari bahwa partai-partai juga punya kepentingan politik yang tentunya tidak mau dikerdilkan oleh mobilisasi relawan. Terlebih PDIP sebagai partai yang punya tiket untuk mengajukan pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024 mendatang.

“Kalau PDIP mengikuti skenario atau tekanan politik yang dilakaukan Presiden Jokowi dalam hal penentuan capres, maka ke depan marwah Ketua Umum PDIP Ibu Megawati dan juga PDIP sebagai partai kader yang ideologis tinggal menunggu waktu akan diambil alih oleh demokrasi kapital sesuai dengan kepentingan oligarki,” jelas Direktur CBA ini.

Jadi jelas demokrasi yang kini sedang tumpang tindih beda dengan demokrasi yang sudah dijalani oleh para founding father bangsa sekelas Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, Natsir, Soedjatmoko, dll. Kini saya melihat tidak ada kematangan dalam demokrasi politik bahkan kematangan intelektual, kalau hanya soal beda pendapat masa mau di lawan dengan cara yang bukan demokrasi. Seorang yang hanya kepada badan curhat jika beda kita ajukan urusan hukum. Dimana demokrasi?

Senior saya Kang Dr Memet Hakim Pengamat Sosial, Ketua Umum APIB bahkan menulis kelompok pesimis ini melihat pemerintah terlalu kuat untuk dilawan, people power hanyalah halusinasi. Terlalu jauh hayalannya terjadi hal tersebut, akhirnya kelompok ini menjadi skeptis, ngurus dirinya sendiri.

Soal People power atau demo besar-besaran yang diharapkan sebagian rakyat yang beroposisi untuk menekan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat. Tapi apakah mungkin ? Jawabannya bisa ya bisa juga tidak, tergantung dari kacamata mana melihatnya.

Jika optimis tentu jawabannya iya, dengan modal tingkat kepercayaan rakyat yang begitu rendah kepada pemerintah dan keberpihakan pemerintah bukan pada rakyat, tentu ini merupakan modal utama. Terlebih lagi dengan adanya kasus ijazah palsu, kasus FS, km 50, tipu-tipu di GBK & tipu-tipu lainnya, setidaknya “kemarahan” rakyat semakin memuncak dan itulah cikal bakal people power. Umat Islam yang paling banyak dirugikan selama ini, dimana ulamanya banyak yang tahan, diharapkan menjadi lokomotif perjuangan. Sayangnya umat Islam juga mau diadu dengan umat Islam juga. Yang tertawa tentu dalangnya.

Lantas betulkah kelompok pesimis ini melihat pemerintah terlalu kuat untuk dilawan, people power hanyalah halusinasi?

Saya lebih memilih merenung dan #ngopi kopi arabika Gunung Puntang. Sambil mengingat Sjahrir yang inteltualnya sangat kuat dan perhatian kemanusian yang mendalam George McT Kahlin Direktur Ithaca New York menulis 13 Juli 1968 terselip artikela dalam buku Perjuangan Kita Edisi Khusus Mengenang 90 tahun Sutan Sjahrir sama saja sudah terkotak kotak. Sjahrir punya teori-teori politiknya baik dan ia melihat mata jernih. Oisau asnalisanya tajam, dingin dan tidak emosional. “Dalam analisanya yang tajam terdapat pula suatu simpati yang murni, hangat dan mendalam terhadap sesama serta keinginan kuat untuk memperbnaiki kondisi,” tulis George.  Jadi memang kita harus banyak belajar dari sejarah ya, dan semoga demokrasi di negera pancasila ini akan lebih baik lagi. Begitupun aku minum kopi belajar terus mengenal kopinya secara sejarah yang benar.

(aend)