Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial | IST
Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial | IST

Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial

Sejumlah daerah dan atau wilayah kini mulai disetop tayangan TV Anolognya migrasi ke Digital. Seiring dengan itu pula, tidak sedikit para pemilik TV Anolog malah merasa nyaman tidak bisa lagi nonton tayangan TV Analog karena belum dilengkapi Set Top Box (STB).

Bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah pun, banyak yang tidak ambil peduli atas tidak bisa melihat banyak tontonan dan sedikit sekali tuntunan dari siaran TV selama ini. Matinya TV Analog bagi kalangan ini sepertinya tak berpengaruh, bahkan mereka kini bisa mengatakan, TV Analog Riwayatmu kini.

Mereka merasa nyaman dengan kondisi ini seperti pada era tahun enampuluhan, lebih nyaman mendengarkan siaran radio dan tidak melihat gegap-gempitanya siaran atau tayangan iklan dan tontonan yang sedikit sekali tuntunannya.

Sepertinya yang mengalami ketidaknyaman dalam situasi ini adalah para produsen pemasang iklan yang telah berani membayar tayangan iklan di layar kaca yang dalam hitungan per detik harus merogoh kocek jutaan rupiah.

Para pemasang iklan tentu berharap tayangan iklannya dapat ditonton jutaan pasang mata seiring gegap-gempitanya gelaran sepak bola piala dunia di Qatar. Ternyata, apa mau dikata siaran TV Analognya hanya tinggal kenangan.

Bisa jadi para pemasang iklan di layar kaca tidak sedikit yang memutuskan kontraknya dengan sejumlah stasiun TV pindah ke media online. Para pemirsa TV kalangan menengah ke bawah pun, beralih nonton sepak bola melalui Hp dan media online lainnya.

Matinya TV Analog paling tidak, dapat sedikit mengurangi pengeluaran bulanan untuk membayar rekening listrik dan tidak lagi melihat siaran yang hanya mementingkan tontonan bukan tuntunan.***