JAKARTASATU.COM — Hanya berselang hitungan hari sejak mencuatnya kabar lima pekerja kontraktor PT Pertamina Hulu Kerja (PHR) meninggal dunia di lingkungan kerja, dan termasuk klasifikasi kecelakaan kerja menurut Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Riau (5/12/2022), Senin.
Kebakaran trafo itu tak pelak membuat aliran listrik ke seluruh fasilitas produksi PHR di Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Blok Rokan di Provinsi Riau, putus. Informasi beredar setelah itu, produksi minyak mentah PHR pun anjlok sekitar 95 ribu barrel dari 165.000 barrel per hari menjadi hanya 70.000 barrel per hari saja.
Tak hanya itu, kejadian yang dapat dikategorikan fatality itu pun dikabarkan baru bisa pulih kembali seperti sedia kala paling cepat dalam waktu lima hari pengerjaan. Kerugian akibat kehilangan produksi selama 5 hari diperkirakan Rp 1 triliun.
Keterangan mengenai kebakaran trafo itu sendiri sebagaimana dilansir centralnews.id edisi Rabu (7/12/2022). Disebutkan, perangkat trafo aset PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di wilayah Balai Pungut, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau terbakar Rabu (7/12/2022). Dikonfirmasi, Vice President Corporate Affairs PT PHR, Rudi Arriffianto tak menampik. Ia menjelaskan, sebagian wilayah kerja (WK) Rokan alami listrik padam sejak pukul 09.10 WIB akibat peristiwa itu.
“Trafo Pungut Substation terbakar, listrik WK Rokan padam. Namun api berhasil dikendalikan pada pukul 10.00 WIB,” kata Rudi. “Saat ini tim sedang dilakukan investigasi lebih lanjut dan PHR sedang mengupayakan restorasi untuk membangkitkan listrik agar secara bertahap menghidupkan beban dan fasilitas operasi. Beberapa gedung perkantoran sudah mendapat pasokan listrik kembali,” tukasnya.
Terkait kasus beruntun di blok Rokan, EVP Upstream Business PT PHR Feri Sri Wibowo hingga berita ini dilaporkan, belum menjawab konfirmasi yang diajukan wartawan, dia menyarankan menghubungi Corporate Secretary PHR Rudi. Anehnya Rudi bungkam alias tidak berani jawab ketika dikejar pertanyaan apakah produksi blok Rokan sudah normal lagi setelah katanya berhasil memulihkan 100% sumur sumur produksi.
Sementara itu, terkait meninggalnya lima orang pekerja kontraktor PT Pertamina Hulu Rokan secara beruntun, Presiden DPP Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirah, Kamis (7/12/2022) menegaskan perlu adanya sanksi pemecatan terhadap pejabat-pejabat bagian operasi di lapangan dengan peristiwa itu.
“Menurut saya kalau ada serikat pekerjanya, itu bagus. Serikat pekerjanya harus segera bersuara dan juga melakukan tindakan-tindakan atau mengambil sikap yang cepat dengan segera melapor ke dinas tenaga kerja dan harus dikawal sampai ke pusatnya, kemudian minta dilakukan pemecatan terhadap pimpinan terkait lantaran lalai.
Kemudian perusahaan harus memperbaiki kondisi kerja. Kalau tidak diperbaiki, maka kejadian itu akan terulang lagi. Siapa pun pimpinananya kalau sistemnya begini akan terjadi begini terus-terusan,” ungkap Mirah.
Lebih lanjut Mirah mengatakan, yang paling bagus adalah terjadi perbaikan dari sisi kondisi kerja.
“Kemudian kalau tidak ada serikat pekerja, maka tugas dari Disnaker sebagai pihak negara untuk meminta kepada perusahaan untuk menyediakan keselamatan dan kesehatan kerja bagi buruh yang ada di sana,” ungkap Mirah lagi. (aTa/JAKSAT)