JAKARTASATU.COM — Aktivis Bandung angkatan 1980an Paskah Irianto didaulat untuk berbicara oleh JALA (Jaringan Aktivis Lintas Angkatan) penyelenggara acara Family Gathering yang mengangkat tema “Jalannya Reformasi dan Kepemimpinan Nasional’, Bekasi (30/12/2022)
Paskah berharap adanya kesadaran berkonstitusi dimana saat ini yang paling nenyedihkan, seperti yang kita lihat, “Ketatanegaraan kita sudah hancur,” ujar Paskah.
Ia menambahkan baiknya kita berkesadaran dalam konstitusi, adanya keberanian untuk membenahi kesalahan, menyatakan adanya kesalah dari rezim siapapun pemimpinnya.
“Itulah yang disebut demokrasi. Demokrasi, demos itu yang maksudnya adalah kita, yang mengontrol,” terangnya.
Paskah juga memberikan gambaran soal amandemen, “Saya pro amandemen UUD’45, tapi yang legitimate. Legitimasi dalam konstitusi itu dari MPR ,” ujar Paskah Irianto aktivis yang juga juga pendiiri PBHI.
Ia mengenang bahkan sempat mengatakan senior Adnan Buyung Nasution, kata Paskah bahwa bang Adnan Buyung suka dengan amandemen UUD45, dan menurut saya UUD’45 ini belum sempurna. Ini perlu disempurnakan, paling tidak pembatasan kekuasaan.
“Saat itu yang dibutuhkan amandemen pada pasal 6 yaitu terkait pembatasan kekuasaan. Terjadinya amandemen ke 2, 3, 4 itu sangat merugikan bagi yang ingin memperjuangkan demokrasi, kejahatan ekonomi yang berlindung dibalik undang-undang. Adanya perubahan terkait minerba yang dikuasai para konglomerat,” kata Paskah.

Selain Paskah Irianto, Febby Lintang pegiat pendidikan, aktivis 90-an turut didaulat untuk memjadi pembicara diacara yang sama. Sementara Febby Lintang aktivis angkatan90-an, pegiat pendidikan menyoroti perundang-undangan dan peraturan terkait pendidikan anak-anak sekolah yang seharusnya memudahkan dan memadai.
“Sebebenarnya pendidikan itu mengakhiri kemiskinan,” ujar Febby.
Febby memebeberkan keadaan sekarang terkait kesulitan soal kurikulum yang berganti juga sulitnya biaya sekolah.
“Keadan ekonomi ini, banyak orang-tua yang kesulitan untuk menyekolahkan agar dapat pendidikan yang mudah bahkan banyak para orang tua yang kembali ke desa karena benturan ekonomi terkait pendidikan. Selain itu di dunia pendidikan adanya peraturan-peraturan yang tidak menguntungkan bagi warga negara dengan kurikulum yang lebih baru. Kurikulum yang sering berganti-ganti tidak menjadikan solusi dalam dalam proses belajar bagi anak didik”
“Anak didik sebagai anak bangsa yang seharusnya menjadi penerus generasi bangsa, harusnya mendapatkan pendidikan bahkan pendidikan yang memadai,” imbuhnya
Menurut Febby yang paling penting bagaimana ke depannya peraturan-peraturan pemerintah, undang-undang yang menjamin hak pendidikan untuk masa depan anak bangsa.
“Bukan hanya pada mendapatkan sekolah gratis tapi bagaimana pendidikan anak-anak sehingga mereka bisa berkembang untuk masa depannya sebagai penerus bangsa,” pungasnya. (YOS/JAKSAT)