– Mereka mau memanfaatkan RUU EBT abal abal untuk memperpanjang nafas yang tengah sekarat.
– Mereka mau memanfaatkan Pertamina untuk menjadi pembeli batubara dengan membuat proyek gasifikasi batubara
– Mereka memnfaatkan Pertamina menjadi pembeli sawit melalui solarisasi sawit atau program B35
– Mereka mau memanfaatkan PLN melalui skema power wheeling atau mau merampas jaringan listrik PLN
Oleh Salamuddin Daeng
Dulu oligarki Indonesia selalu besar kepala karena selalu merasa bersama tuan modal asing yang memelihara mereka. Tapi sekarang mereka sudah tidak dianggap lagi, seperti ayam potong sampai usianya dan sudah waktunya dipotong.
Karena sekaya kayanya bandar sawit dan batubara Indonesia, tidak akan sanggup melawan tuan modal asingnya. Harapan dia sekarang adalah bersembunyi dibalik ketek penguasa. Mencoba menjadikan PLN dan Pertamina sebagai bamper menahan benturan transisi energy. Tapi Pertamina dan PLN ada penjaganya. Itu yang mereka belum tau.
Usaha mereka di Pertamina akan sia sia dan hanya akan seumur jagung. Mereka berusaha memanfaatkan Pertamina untuk menjadi pembeli terbesar sawit dan batuabara. Mereka mengada ada dengan menjadikan sawit yang merupakan bahan makanan sebagai bahan bakar dicampur dengan solar. Bayangkan saja minyak nabati dicampur solar. Ibarat mencampur minyak dengan air. Sampai kapan hukumnya tidak bakal ketemu.
Para bandar batubara juga ikut ikutan menjadikan hendak mengubah batubara sebagai gas, jelas ini kurang kerjaan. Ingin menjadikan Pertamina sebagai pembeli utama batubara mereka. Sementara batubara ini diambang kiamat, dunia memusuhinya. Menganggap sebagai pencemar atau sumber polusi nomor satu. Sekarang tidak ada lagi perbankkan dan lembaga keuangan yang mau melakukan pembiayaan batubara. Para investor global juga tidak mau karena takut pajak karbon 250 dolar per ton di depan mata. Dua kali harga batubara saat ini.
Seolah masih ada akal, para bandar batubara dan agen-agennya bagaikan kesurupan mencoba memasukkan batubara sebegai energi terbaharukan ke dalam RUU Energy Baru Terbaharukan (EBT). Katanya kalau batubara diubah jadi gas maka termasuk kategori energy terbaharukan. Ini tampaknya bisikan demit. Bagaimana ide ini bisa muncul? Logika apa yang dipakai ya?
Pukulan bertubi tubi dari tuan modalnya mendarat di ulu hati para perusak lingkungan Indonesia. Sawit ditolak Uni Eropa. Bio Diesel Indonesia oleh global dikatakan bukan bagian transisi energy. Pengusaha batubara telah terdesak untuk mempercepat menutup pembangkit batubara mereka. Ini telah menjadi bagian dari Just Energy Transition Partnershif (JETP) yang telah diteken Jokowi.
Seolah masih ada akal muncul skenario untuk menutup pembangkit PLN lebih dahulu, sembari memasukkan Power wheeling atau perampasan jaringan listrik PLN. Ada yang memganggap bahwa pemgusaha swasta PLTU seolah-olah bisa move on berpindah menjadi bandar EBT, sehingga akan dirangsang dengan power wheeling. Padahal pengusaha pembangkit fosil itu beda alam dengan EBT. Yang satu alam gelap, dibiayai bank gelap, yang satu alam terang. dibiayai bank hijau. Mana mungkin!
Tinggal satu langkah lagi, presiden Jokowi mencairkan dana JETP senilai 20 miliar dolar, selanjutnya 100 miliar dolar jika ada progress sebagaimana komitmen pasca G20 Bali beberapa waktu lalu, maka semua pembangkit fosil dan pengusaha pendukungnya telah tamat riwayatnya. Karena mereka pada dasarnya pengecut dan tidak mungkin berani melawan tuan modalnya.
Tuan modal katakan *Bayar semua utang yang kau pakai untuk kebun sawit, keruk batubara dan bikin PLTU. Ini saatnya Tuan panen*.