Koperasi akhir akhir ini sedang didera oleh kondisi yang memprihatinkan. Citranya dirusak oleh kasus beberapa koperasi Simpan Pinjam ( KSP) gagal bayar, penyuapan hakim agung, dan ditambah lagi dugaan tindak pidana pencucian uang.
Dari semua peristiwa yang terjadi sebetulnya pihak yang paling bertanggungjawab adalah Kemenkop dan UKM sebagai regulator. Sebab Kemenkop dan UKM selama inj selain lakukan pembiaran, absen dalam upaya pencegahan ditambah amburadulnya proses penanganan masalah. Kemenkop dan UKM justru menjadi bagian dari masalah. Koperasi gagal bayar itu disebabkan oleh banyak faktor.
Di antaranya karena mismanajemen, korupsi manajemen, penyalahgunaan wewenang, atau faktor eksternalitas seperti kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah yang salah. Tapi pengaruh yang sangat besar sebetulnya justru berasal dari aspek regulasi dan kebijakan yang salah dari Pemerintah. Untuk kasus koperasi gahal bayar misalnya, Kemenkop dan UKM sebetulnya bisa mencegah dengan cara membentuk fasilitasi jaminan simpanan melalui Lembaga Pejaminan Simpanan ( LPS) seperti yang diberikan pemerintah kepada bank.
Tapi ini tidak dilakukan Kemenkop dan UKM. Bahkan ketika ada peluang untuk memasukan lembaga LPS bagi koperasi melalui penyusunan Undang Undang Penguatan Dan Pengembangan Sektor Keuangan ( UU PPSK ) yang baru disyahkan beberapa waktu yang lalu tidak dilakukan oleh Kemenkop dan UKM.
Ini artinya Kemenkop dan UKM seperti melakukan kesengajaan. Akibatnya simpanan anggota koperasi simpan pinjam sampai hari ini tidak ada jaminan keamananya. Kelalalain ini sebabkan banyak anggota koperasi yang harus kehilangan tabungan atau investasinya di koperasi. Secara manajemen, tidak difasilitasinya koperasi dengan LPS akhirnya sebabkan KSP ciptakan produk dengan resiko yang tinggi dan otomatis tingkatkan ancaman gagal bayarnya makin tinggi.
Apalagi ketika hadapi krisis ekonomi. Selain itu, munculnya koperasi gagal bayar itu juga karena pengabaian Kemenkop dan UKM yang sebetulnya memiliki kewenangan untuk bubarkan koperasi abal abal, koperasi papan nama dan rentenir baju Koperasi. Semua itu sudah di atur di UU, bahkan sudah ada PP dan Permennya. Kewenangan yang dimiliki oleh Menteri Koperasi dan UKM ini tidak dilaksanakan.
Padahal kondisinya sudah akut karena dari 127 ribuan koperasi, menurut perkiraan 70 an persen dari koperasi yang ada. Sudah dalam situasi parahpun Kemenkop justru memperkeruh keadaan dan mendorong munculnya koperasi gagal bayar lebih banyak. Kemenkop dan UKM secara sengaja melakukan ekspos besar besaran soal kasus KSP gagal bayar dan bukanya dilakukan penyelesaian agar uang anggota tetap dapat kembali atau bahkan koperasinya dipulihkan manajemenya kembali.
Ini jelas memicu ketidakpercayaan pada KSP dan akhirnya ancaman koperasi gagal bayar semakin meluas. Saran atau rekomendasi Satuan Tugas ( Satgas) Kemenkop dan UKM dalam penyelesaian masalah KSP gagal bayar melalui mekanisme pengadilan juga menambah masalah menjadi semakin ruwet. Masalahnya bukan selesai namun justru banyak rugikan anggota koperasi. Koperasi semakin tambah terpuruk citranya oleh ulah Kemenkop dan UKM.
Di tengah masalah yang dihadapi tersebut Kemenkop justru keluarkan kebijakan yang sembrono. Dilakukan moraturium izin baru dan pembukaan cabang bagi KSP yang dampaknya menghambat perkembangan bagi seluruh koperasi yang baik.
Semakin ruwet lagi masalahnya ditambah oleh tuduhan dugaan koperasi oleh ketua PPATK yang alamatnya bukan menunjuk ke nama nama koperasi yang diduga lakukan tindak pindana pencucian uang. Dimana tuduhan itu di alamatkan ke semua koperasi.
Menteri Koperasi dan UKM selama ini juga ternyata tidak mampu melindungi kepentingan koperasi dengan biarkan kebijakan diskriminatif terhadap koperasi dan justru membuat lembaga keuangan koperasi semakin terpuruk.
Sebut saja misalnya dengan ikut dorong pemberian subsidi besar besaran kepada bank dalam kredit program Kredit Usaha Rakyat ( KUR) untuk bank.
*)Suroto Ketua AKSES