JAKARTASATU.COM — ForJIS Mengawal Perubahan Anak Negeri menggelar diskusi di Cafe Bintang, Jakarta Pusat pada senin (13/3/2023).
Diskusi kali ini diadakan dengan tema “Kinerja Kabinet Jeblok, Janji Jokowi Melakukan Resuffle Hanya Modus: Takut Kepada Siapa?” dengan pembicara Anthony Budiawan (Analis Politik, Sosial Ekonomi), Daeng Wahidin (Presiden Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia), Muslim Arbi (Ketua Gerakan Perubahan), dan DR. Hilmi Rahman MSi (Akademisi, Dosen FISIP Universitas Nasional), dipandu oleh host Shri Lalu Gde Pharma.
Dalam diskusi ini, 2 tahun terakhir masa jabatan Jokowi sering membahas pergantian staf di kabinetnya. Tentu, hal ini didasari oleh meningkatkan kinerja kabinetnya agar lebih maksimal dalam bekerja. Namun, hal ini tidak semudah pada kenyataannya.
Berikut adalah tiga (3) persoalan yang menjadi arah perbincangan diskusi ini, yaitu:
1. Korupsi
Tercatat aktivitas korupsi menjadi keseharian atau kebiasaan yang ada pada pejabat. Bisa dilihat indeks persepsi korupsi Indonesia dari capaian 2021-2022. Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia merosot. Dari 38 pada 2021 menjadi 34 di 2022 dan mempengaruhi peringkat Indonesia turun dari posisi 96 menjadi 110.
“Skor ini turun empat poin dari tahun 2021, atau merupakan penurunan paling drastis sejak 1995,” kata Wawan Suyatmiko sebagai Deputi Sekjen Transparency International Indonesia, Selasa (31/3/2023).
Kebiasaan korupsi sudah sampai pada level korupsi berdama-sama. Dari kekuasaan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang disebut Trias Coorruptica.
2. Kemiskinan
Angka kemiskinan di Indonesia selalu naik. Baik di kota mahpun di desa. Tingkat kemiskinan di perkotaan naik, tercatat Maret 2022 (7,5%) menjadi 7,53% saat ini dan di pedesaan, tercatat Maret 2022 (12,29%) menjadi 12,36%
Jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang meningkat 0,20 juta orang pada Maret 2022. Korelasi korupsi dengan kemiskinan menjadi erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
3. Hutang
Kementrian Keuangan (KEMENKEU) sudah mencatat utang pemerintah Rp 7.733,99 T sepanjang 2022. Namun, melonjak pada bulan Nobember 2022 sebesar Rp 7.554,25 T.
Ada penambahan sekitar 5000 T lebih. Artinya, Jokowi dibanding 6 presiden lain meningkatkan jumlah utang dengan 2,1/2 kali lipat.
KEMENKEU sebagai bendahara negara sebagai penarik pajak dan pengutang. Rakyat tetap miskin, sementara pertumbuhan ekonomi meningkat dengan stagnan diangka 5%
Presiden Jokowi sebaiknya segera menyadari saja. Ketimbang mengulang ulang soal perpanjangan kekuasaan yang malah bisa menimbulkan konflik besar. (INJ-CR-JAKSAT)