ESTETIKA DUIT
Oleh Isti Nugroho
(Senator ProDem)
Segalanya dengan duit. Pendidikan, kesehatan, pangan, sandang dan papan semua dengan duit. Tanpa duit, hidup berantakan. Terpuruk dan kusam.
Indonesia sudah 77 tahun merdeka, pemerintah silih berganti. Untuk mendirikan pemerintahan perlu perjuangan. Pengorbanan para pejuang. Setelah merdeka, ingin kesejahteraan. Pemerintah diktator digulingkan. Korban nyawa dan harta tak terkira.
Suharto membunuh kaum komunis yang terlibat maupun yang diduga terlibat. Suharto juga di demo karena KKN. Keluarga dan kroninya hidup sejahtera rakyatnya menderita. Bodoh, miskin dan takut.
Intelektual sebagaian besar diam tak berani bersuara kritis. Sebagaian lainnya ikut mendukung rezim, ikut menikmati kekuasaan. Memperkaya diri, memutar-balikkan kebenaran. Agama untuk meligitimasi kekuasaan Orde Baru Suharto yang korup dan menindas.
Suharto jatuh, reformasi berjalan tidak seideal yang diharapkan. Reformasi hanya menghasilkan kuliner. Yang menikmati kuliner mereka yang punya duit. Mereka yang ikut diuntungkan rezim reformasi. Sampai hari ini rezim reformasi menghasilkan kesenjangan sosial. Rakyat sebagai besar bisu, tak berdaya. Mereka sudah pusing memikirkan hidup sehari-hari yang mahal. Semakin hari kebutuhan meningkat, pendapatan menurun. Uang sudah tidak aji lagi. Padahal uang susah dicari.
Korupsi, kriminalitas dan keburukan dilakukan pegawai pajak. Menteri korupsi melibatkan keluarganya suguh memalukan tiada tara. Dari berbagai lini kekuasaan, tidak luput dari korupsi. Rezim hari ini menumpuk hutang untuk siapa?
Kalau data kemiskinan meningkat. Belum ada kecerdasan dan kesejahteraan secara meluas. Pemerintah berganti programnya tidak pro rakyat malah justru pro konglomerat. Negara menjadi bancaan.
Estetika duit. Tidak ada duit kalian tampak tidak estetis.