Pameran PEPI 2, Budayawan Kaitkan Aspek Feminin dan Maskulin mengenai Perempuan
JAKARTASATU.COM — Pameran Perempuan Indonesia (PEPI 2) resmi dibuka di Balai Budaya Jakarta, pada Sabtu (18/3/23). Pameran yang mengangkat tema “Harkat Perempuan Indonesia” menampilkan lukisan-lukisan tentang penggambaran sosok perempuan yang melibatkan 77 perupa dari berbagai daerah di Indonesia.
Aendra Medita, selaku kurator dalam pameran ini mengatakan bahwa secara sublimasi perempuan menjadi salah satu objek yang cenderung disukai oleh para seniman, baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga melukis perempuan sudah menjadi bagian tersendiri yang dapat memuat perspektif tentang perempuan dilihat dari pisau bedahnya masing-masing.
“Pada dasarnya, objek apa saja, tetapi substansinya memiliki makna tentang hakikat perempuan menjadi harkat dan martabat, jiwa, dan juga kepiawaian terhadap estetika itu sendiri,” ujar Aendra dalam sambutannya.
Pameran menampilkan keberagaman seni lukis berkenaan dengan peran perempuan, kombinasi ekspresi terhadap perempuan, hingga esensi perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Pameran ini akan dibuka hingga 25 Maret 2023, juga sebagai peringatan Hari Perempuan Internasional.
Mengenai lukisan, salah satu budayawan Indonesia Mudji Sutrisno hadir dalam pembukaan pameran. Berkaitan dengan tema, menurutnya perempuan dan laki-laki hanyalah unsur. Bahwa semua orang mempunyai unsur feminitas dan maskulin.
“Sebenarnya untuk saya, perempuan atau laki-laki feminin atau mass komunitas itu hanya unsur saja. Terlalu banyak feminin menjadi adalah feminin sekali atau feminin yang selalu banyak maskulinnya menjadi tomboy gitu. Jadi feminitas maupun maskulin semua orang punya, hanya makanya istilahnya xxy dan xy. Tinggal hormonnya yang mana,” ujar Mudji Sutrisno saat ditemui di pameran.
Tidak jauh berbeda dengan Sutrisno, Budayawan Taufik Rahzen mendeskripsikan arti perempuan yang tidak sekadar komunitas yang terbentuk dari lawan jenis terhadap laki-laki, namun esensi perempuan sangat berperan dalam sejarah sehingga tema seperti ini tidak pernah lekang oleh waktu.
“Memang kan ada perempuan dari perartian feminitas tentang esensi dari feminin, perempuan sebagai satu komunitas lawan dari laki-laki, tapi khusyu perempuan itukan bukan semata-mata perbedaan jenis kelamin. Ia mewakili sejarah panjang dalam spesies yang sama terjadi penindasan. Sehingga tema-tema itu nggak pernah lekang, tidak pernah hilang, dan terus selalu muncul,” jelas Taufik.
Dalam pandangannya, lukisan-lukisan yang dipamerkan dalam Balai Budaya berhasil menampilkan keberagaman potret perempuan sebagai subjek individu maupun komunitas. Ia juga mengatakan tema-tema saat ini berkaitan dengan aspek feminin dan maskulin.
“Tema-temanya sekarang sudah menuju androgin. Androgini. Androgini itu antara laki-laki dan perempuan bersatu. Jadi di dalam jiwa seseorang itu selalu ada aspek maskulin, selalu ada aspek feminin,” tambahnya.
Dengan diselenggarakan pameran ini, para seniman dan budayawan berharap agar rangkaian pameran dapat menjadi ajang sosialisasi serta menumbuhkan apresiasi terhadap karya seni sehingga dapat dinikmati oleh berbagai kalangan. (oct/CR-JAKSAT)