Batu Bara Bahan Bakar Kekayaan
JAKARTASATU.COM – Menjadi wanita terkaya di Indonesia merupakan sebuah prestasi yang sulit diraih, namun nyatanya hal itu dapat dilakukan oleh Dewi Kam berdasarkan versi Forbes sebagai wanita terkaya ke-21 dari 50 orang terkaya di Indonesia 2022.
Dewi Kam memiliki kekayaan USD 2 miliar dengan mayoritas kekayaan bersumber dari saham minoritas di Bayan Resources yang merupakan perusahaan tambang batu bara yang nilainya melejit tinggi ketika krisis energi global pada 2022.
Menurut Forbes, Dewi Kam memiliki 10 persen saham di Bayan Resources. Dan wanita berusia 72 tahun lebih itu memiliki sejumlah pengalaman dalam pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik di Indonesia, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeneponto di Desa Punagaya, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan melalui PT Sumber Energi Sakti Prima (SSP), yang bermitra dengan PT Bosowa Energi. Dan pemilik saham mayoritas di PLTU Cilacap melalui PT Sumbergas Sakti Prima.
Dia pun memiliki sejumlah saham di berbagai perusahaan lain, seperti Birken Universal Corporation dan Overseas Finance Ltd yang berbasis di Samoa. Dan nama Dewi Kam tercatat database offshore leaks International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) sebagai Direktur Savill Universal Ltd yang berlokasi di British Virgin Islands.
Bukan hanya Dewi Kam wanita terkaya Indonesia versi Forbes yang berbisnis di bidang batu bara. Melainkan ada nama lain, yakni Arini Subianto sebagai orang terkaya ke-28 Forbes 2022.
Sejak 2017 setelah meninggalnya Benny Subianto alias bapaknya, Arini meneruskan kendali perusahan Benny.
Berdasarkan catatan Forbes, kekayaan Arini ketika 2017 senilai USD 820 juta dan mengalami penurunan hingga USD 610 juta, hingga selanjutnya kekayaannya bertambah yang membuatnya masuk menjadi wanita terkaya pada 2022 dengan kekayaan USD 1,5 miliar.
Arini Subianto adalah presiden direktur perusahaan Persada Capital Investama dan Komisaris PT Adaro Energy Tbk. Dengan portofolio Persada mencakup saham minoritas di raksasa batubara Adaro Energy.
Arini juga mengawasi investasi Persada di berbagai bidang mulai dari produk pengolahan kayu dan kelapa sawit hingga pengolah karet dan batu bara, serta Arini telah berinvestasi di startup teknologi melalui Persada sejak 2017.
Adapun sederet jabatan lain yang dipegang Arini, yakni Komisaris PT Adaro Strategic Investment, Komisaris PT Adaro Strategic Lestari, Komisaris PT Adaro Strategic Capital, Komisaris PT Nuansa Nirmana Artistika, Komisaris PT Casa Maha Rasa, Komisaris PT Dharma Satya Nusantara Tbk, Komisaris PT Suralaya Anindita International, Direktur PT Panaksara, Presiden Direktur PT Pandu Alam Persada, dan Presiden Komisaris PT Anugrah Kirana Sarana.
Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2020, keluarga Subianto memiliki afiliasi dengan PT Tanjung Power Indonesia, pengelola PLTU Tanjung Kalimantan Selatan yang sahamnya dikuasai oleh PT Adaro Power dan PT East West Power (EWP) Indonesia.
PLTU yang membutuhkan sekitar 1 juta ton batubara ketika beroperasi dan akan dipasok oleh PT Adaro Indonesia yang merupakan perusahaan pertambangan batu bara.
Namun, temuan ICW terkait PLTU bukan hanya dua wanita terkaya tersebut, melainkan tercatat sejumlah nama lain dari orang-orang terkaya hingga pejabat publik seperti Sandiaga Uno, Prajogo Pangestu, Garibaldi “Boy” Thohir, Erick Thohir, Luhut Binsar Panjaitan, dll.
“Hasil penelusuran menemukan sedikitnya 10 orang terkaya se-Indonesia berada di balik proyek pembangkit listrik. 12 orang di balik pembangkit juga terafiliasi dengan perusahaan di negara surga pajak. Selain itu terdapat 3 orang pejabat publik aktif yang terafiliasi dengan proyek PLTU,” tulis ICW dalam rangkuman temuan pada 2020.
Dalam simpulannya ICW menegaskan bahwa temuan tersebut memperkuat dugaan bahwa industri batu bara dinikmati dan dikuasai segelintir orang-orang kaya yang di antaranya terafiliasi dengan pejabat publik dan industri batu bara.
Hasil simpulan lainnya adalah pengelolaan PT PLN masih jauh dari prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas, padahal PLN merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyediakan listrik untuk kepentingan umum.
Penggunaan batu bara yang besar untuk pengoperasian, mengharuskan PLTU diberikan pengawasan khusus. Sebab penggunaan batu bara sebagai bahan bakar telah membebani negara dengan tanggung jawab lebih seperti harus mengalokasikan pengeluaran untuk kesehatan warga dan lingkungan yang terdampak.
Salah satunya adalah yang terjadi di PLTU Cilacap yang telah mencemari air dan udara, hingga menyebabkan penyakit bagi warga yang tinggal tak jauh dari PLTU. Hal itu dikarenakan pengolahan limbah yang tidak sesuai, bahkan penghapusan fly ash dan bottom ash (FABA) atau limbah batu bara dari kategori B3 atau limbah berbahaya yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Hal tersebut telah melanggar hak-hak warga untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 65 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sudah menjadi tugas pemerintah untuk memastikan serta meninjau ulang program dan dampak bagi masyarakat. Jangan hanya karena mementingkan keuntungan pribadi dan kelompok semata hingga mengorbankan masyarakat Indonesia.
Bahkan temuan Greenpeace bahwa hampir seperlima polusi berasal dari pembakaran batu bara. Seperti Jakarta yang dihimpit 8 PLTU batu bara dalam radius 100 km yang menyebabkan polusi menambah selain dari kendaraan dan industri. | MAT/CR-JAKSAT