JAKARTASATU.COM — Dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara ditinjau dari beberapa gatra yang ada ini mengalami persoalan. Persoalan ini jika dibiarkan berlangsung akan berdampak kepada persatuan dan kesatuan bangsa. Kehiduapan masyarakat terganggu.

Kondisi nasional menyangkut ketahanan nasional ada 9 astragatra kehidupan mulai dari ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, agama, hingga pertahanan dan keamanan.

Terkait 9 astragatra, ada aspek penegakan hukum (ASN, TNI, POLRI, pejabat) terlalu mudah meraka melakukan pelanggaran hukum karena fenomena sistem pengawasan. Pengawasan dari pimpinan ke bawahan tidak berjalan dengan baik. Kemudian, fenomena atasan dikipas, terbuai terlena sehingga mengabaikan peraturan.

Jika keadaan seperti itu terus dibiarkan maka akan lahir sikap kritis. Sikap kritis masyarakat melihat bahwa keadaan masyarakat sedang susah melihat ada yang kehidupannya sangat luar biasa pada kehidupan pejabat. Kalau ini dibiarkan, kroni akan berjaya di kursi yang sama.

Gatra bidang politik, siatuasi yang akan menghadapi perhelatan di pilpres 2024 ada diiringi dengan isue penundaan pemilu.

“Dan sebagaimana yang tersiar calon presiden yang digadang-gadang Presiden Joko Widodo. Calon presiden yang digadang-gadang ini akan menjadi common enemy. Sebagai musuh bersama, capres pilihan Jokowi itu akan diserang banyak kelompok masyarakat. Sebaliknya, capres yang tidak didukung Presiden Jokowi akan sakit hati. Harusnya balon Presiden 2024 serahkan kepada rakyat karena mereka yang akan memilih” tegas Tri Tamtomo (21/03/2023) dikutip dari channel YouTube Indonesia Today.

Penegasan tersebut disampaikan mantan anggota DPR RI dari FPDIP, Mayjen (Purn) Tri Tamtomo, menyikapi sinyalemen yang muncul pasca Panen Raya di Kebumen, Jawa Tengah, 9 Maret 2023. Pada acara itu Jokowi mengundang Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Beredar sinyalemen Jokowi telah menyiapkan duet Prabowo-Ganjar di Pilpres 2024.

“Jika sinyalemen itu benar, presiden telah membuat penilaian di masyarakat menjadi kabur. Kasihan buat orang yang digadang. Karena yang digadang tadi akan menjadi common enemy, musuh bersama. Akan diserang habis dia. Nah, untuk yang tidak digadang pasti dia sakit hati. Mengingat semua capres/cawapres yang muncul adalah pembantu presiden yang akan mensukseskan program kenegaraan yang sekarang sedang berjalan,” ujarnya.

Tri Tamtomo mengingatkan kepada para pembantu dekat Presiden Jokowi untuk mengutamakan kehati-hatian, khususnya dalam rangka Pemilu 2024. “Menjaga” presiden seoptimal mungkin agar tidak muncul isu yang membuat gonjang-ganjing di masyarakat.

“Kita semua berharap Pemilu 2024 semuanya berjalan luber. Tidak ada musuh. Perbedaan pasti ada. Presiden bisa mengingatkan agar para balon capres/cawapres ingat rakyat,” imbunya

Terkait sinyalemen opsi perpanjangan masa jabatan presiden yang selama ini terus menghangat, Mantan Pangdam I/Bukit Barisan meminta semua pihak untuk menjalankan mekanisme yang sudah terjadi dan diatur dalam UU Pemilu sampai UUD 45. Di mana, ditegaskan bahwa periode masa jabatan presiden adalah lima tahun satu kali dan dapat dijabat dua kali.

“Semua peraturan perundangan yang ada harus ditaati. Apalagi proses pelaksanaan Pemilu 2024 sudah berjalan. Jika hal itu dipaksakan tentunya akan mengandung resiko. Ada faktor kritis, ada faktor resiko. Faktor kritis, rakyat bisa marah. Ini bisa terjadi. Jika masyarakat marah, apa kita ingin seperti Tragedi 1998? Ini jangan terjadi. Jangan memancing di air keruh,” tegas Tri Tamtomo.

Tri Tamtomo juga menyesalkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang meminta KPU untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024. Ia berharap Menkopolhukam dan KPU menjelaskan dengan sistematis resiko dari keputusan PN Jakpus tersebut.

“Reaksi atas keputusan PN Jakpus itu begitu dahsyat. KPU dan Menkopolhukam harus menjelaskan hal itu. Tentunya, kepada pihak yang akan memanfaatkan situasi ini, harus arif, bijak dan berpikir, bagaimana bangsa ini harus kita selamatkan. Bagaimana keutuhan bangsa ini harus kita jaga. Menjaga apa yang sudah dibuat oleh pendiri bangsa, supaya dalam satu bingkai NKRI yang utuh dengan Bhineka Tunggal Ika-nya, jangan diusik lagi. Jangan hanya bisa mengeluarkan statement, tetapi kandungan resiko dan faktor resiko itu tidak dihitung. Ini berbahaya sekali. Ini tidak produktif, dan mengandung kerawanan resiko,” pungkas Tri Tamtomo.

Yoss/Jaksat