Didin S. Damanhuri: Korupsi Lebih Mengarah pada Perspektif KESalehan Personal
JAKARTASATU.COM — Guru Besar Ekonomi Politik Institut Pertanian Bogor (IPB) Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Prof. Didin S. Damanhuri, mengungkap ekonomi politik merupakan aspek keagamaan yang struktural. Berbagai ayat al-Quran yang berkaitan dengan korupsi dikatakannya lebih mengarah kepada perspektif kesalehan personal.
“Indonesia adalah (negara dengan) jumlah penduduk Islam terbesar di dunia, sekitar 87%. Mengapa kesalahan sosialnya tidak muncul?” kata Didin sebagai salah satu pemantik dalam webinar bertemakan “Praktik Korupsi dan Perilaku Aparat Birokrasi Ditinjau dari Perspektif Nilai-Nilai Agama dan Ekonomi Politik” via zoom yang diselenggarakan Sekretariat Pusat Pengkajian Strategi Nusantara (PPSN), Minggu (02/04/23).
Didin mengaitkan bahwa terdapat tafsir yang tersebar melalui para wali yang menekankan pada aspek tentang pentingnya persoalan ekonomi sehingga memunculkan pemahaman pentingnya kekuatan ekonomi. Ia juga mengatakan bahwa persoalan korupsi perlu dibahas seperti perspektif yang menjelaskan tentang kelalaian orang yang salat dan disebut pembohong agama.
“Orang-orang Islam yang sudah salat, yang dianggap sudah memenuhi rukun islam dan secara personal menimbulkan kesalahan personal ternyata diancam sebagai pembohong agama karena tidak membebaskan kemiskinan dan tidak membayar zakat. Jadi menurut saya, ini kurang banyak dibahas dalam perspektif korupsi, yang bersifat tidak hanya kesalahan personal tapi kesalahan sosial akan struktural, akan kesalahan kenegaraan,” jelasnya.
Mengenai praktik korupsi, ia menjelaskan Mega Corruption atau korupsi terbesar yang pernah terjadi di Indonesia dimulai tahun 1950-an dengan penyalahgunaan ‘Politik Benteng’. Mulai pada tahun 1970-1980, korupsi bersifat kolutif yang melibatkan pengusaha dan istana negara. Menurutnya, Indonesia dapat setara dengan Turki apabila permasalahan korupsi dapat diatasi
“Lagi-lagi korupsi, pencucian uang. dan sebagainya telah menimbulkan sulitnya Indonesia keluar dari negara berpendapatan menengah dan kemiskinan yang masih tinggi, terutama adalah ketimpangan,” pungkas Didin di akhir pemaparannya. (MAT/CR-JAKSAT)