Syahganda Soroti Problematika Sistem Feodalisme di Demokrasi Indonesia yang Cacat
JAKARTASATU.COM — Aktivis Senior Syahganda Nainggolan menyoroti persoalan memburuknya demokrasi Indonesia di rezim Joko Widodo ini. Pemaparan dimulai dengan indeks demokrasi Indonesia yang selalu paralel dan tahun ini dilaporkan menurun, dibarengi dengan indeks korupsi yang semakin memburuk.
“Kita tuh indeks korupsinya hancur karena demokrasinya hancur,” tegasnya dalam diskusi publik ‘Catatan Demokrasi Pengusaha Vs Rakyat’ yang digelar di Mako Coffee, Jakarta Selatan, Selasa (11/04/23).
Ia kemudian membandingkan indeks demokrasi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Joko Widodo yang mana mengalami penurunan dalam aspek kesejahteraan rakyat. Salah satu permasalahan dalam politik Indonesia adalah sistem feodalisme.
“Ada problem (persoalan) feodalisme dalam budaya kita, khususnya budaya Jawa. Ini bukan bicara rasis ya. Ini khususnya dalam budaya Jawa. Itu spirit untuk meneruskan kekuasaan itu selalu kepada anak, bukan kepada kader,” sorot Syahganda.
Dengan sistem feodalisme yang membudaya ini, Syahganda menambahkan, akan membahayakan politik di Indonesia karena kader yang terbaik tersisih dengan adanya spirit feodalistik. Hal ini didukung dengan Jokowi yang merupakan seorang yang anti demokrasi dengan berusaha menggunakan istilah-istilah teoretis.
“Kita masuk demokrasi yang cacat. Jokowi juga menunjukkan watak yang sama. Ketika dia anti demokrasi, maka dia harus membungkam semua kekuatan-kekuatan yang menjadi kompetitor dia sebagai eksekutif,” ujarnya menambahkan.
Direktur Sabang Merauke Circle ini juga menyebut bahwa Jokowi telah memegang alih kekuasaan berbagai lembaga negara, misalnya DPR, Mahkamah Agung, hingga KPU supaya mudah dikendalikan.
“Tapi yang kita lihat Jokowi yang selama ini sudah berhasil membuat kita berada pada posisi serba ketakutan dengan kekuasaan dan Jokowi menghancurkan desentralisasi yang sudah lama mulai dikonsolidasikan sejak era reformasi, di mana kekuasaan-kekuasaan lokal itu diperkuat. Sekarang disatukan lagi di dalam undang-undang Omnibus Law di mana Jokowi itu menjadi kekuasaan tunggal seluruh Indonesia,” ungkap Syahganda.
Selanjutnya, ia berharap ada gerakan yang lebih intensif dan radikal sehingga membebaskan Indonesia dan menumbuhkan demokrasi yang mengutamakan kesejahteraan rakyat. (oct/CR-JAKSAT)