Peneliti BRIN Proses Hukum

Tangkap dan proses hukum! Tak ada kata lain untuk Thomas Djamaludin dan Andi Pangerang Hasanudin. Dua peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang patut diduga melakukan pelanggaran hukum. Terkait pernyataan ikhwal perbedaan metode penetapan Lebaran 2023 dan ancaman (verbal) kepada warga Muhammadiyah.

Bukan cuma perkara norma hukum. Tapi juga hal kepatutan. Tak seharusnya kapasitas peneliti dengan ilmu selangit, berlaku gegabah. Nyaris preman. Main ancam segala. Justru lebih unjuk egois ketimbang tuduhannya terkait Muhammadiyah.

Bermula dari postingan akun faceBook milik Thomas Djamaludin (TD). Lantas direspon komentar AP Hasanudin (APH). Malah panjang lebar, sarat emosi. Memancing emosi pula dari warga net lain. Terkesan ingin beroleh pujian. Konon pula Thomas itu seniornya. Betapa pun di laman medsos (facebook -pen). Bukan ruang hampa. Sejatinya di planet publik.

Tak cukup, pihak Muhammadiyah “meminta penegak hukum usut tuntas kasus peneliti BRIN.” Seharusnya membuat laporan polisi (LP). Tak cukup, Kepala BRIN — Laksana Tri Handoko “siap memberi hukuman disiplin penelitinya yang mengancam Muhammadiyah” ( running text tvOne -pen). Sekadar hukuman disiplin terkesan “menutupi” aib BRIN. Tak cukup lewat Majelis Etik ASN. Lebih dari cukup pula alasan pemecatan. Atau yang bersangkutan menyatakan mundur. Proses hukum berlanjut. Demi nama baik, reputasi dan wibawa lembaga.

Tak cukup pula, APH berniat menemui pihak Muhammadiyah. Untuk klarifikasi dan permohonan maaf. Sekaliber peneliti BRIN, sejatinya APH melakukan pendekatan akademis. Kajian yang bakal lebih produktif. Sebuah proses pencerahan yang justru bakal memberi manfaat bagi khalayak.

Soal simpelnya, Muhammadiyah mendasarkan perhitungan hisab hakiki wujudul hilal. Pemerintah melalui Kemenag menggunakan metoda rukyat. Lantas diputuskan sidang isbat (penetapan). Sejatinya, tak perlu dipertentangkan. Keutamaan “bersama, bersatu dalam perbedaan”.

Penulis tak perlu memuat rinci pernyataan yang memicu sengkarut itu. Setidaknya, cukup sepenggal kalimat langsung dari APH. “Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian.”

Bila siap dipenjara, ya penjarakan saja!***

– imam Wahyudi (iW)
jurnalis senior di Bandung