JAKARTSATU.COM — Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah melakukan pengecekan atas informasi dan status dari penulis komentar yang meresahkan masyarakat. Komentar yang ditulis oleh salah satu civitas BRIN tersebut terkait diskusi tentang perbedaan penetapan 1 Syawal 1444 H.

“Langkah konfirmasi telah dilakukan untuk memastikan status APH adalah ASN di salah satu pusat riset BRIN. Selanjutnya, sesuai regulasi yang berlaku BRIN akan memproses melalui Majelis Etik ASN, dan setelahnya dapat dilanjutkan ke Majelis Hukuman Disiplin PNS sesuai PP 94/2021,” ujar Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, (25/04/2023)

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menyampaikan dalam hal ini permohonan maaf kepada seluruh warga Muhammadiyah atas perbuatan yang dilakukan oleh anak buahnya.

Dia menyatakan akan tetap memproses pegawainya tersebut melalui Majelis Etik ASN akibat kontroversi yang telah diperbuat meskipun yang bersangkutan telah meminta maaf. Sidang Majelis Etik ASN terhadap peneliti astronomi di BRIN tersebut rencananya akan digelar Rabu (26/4/2023) mendatang.

Berikut agenda pemeriksaan yang dikutip dari brin.go.id :
1) Sidang Majelis Etik ASN, diagendakan Rabu (26/4) mendatang.
2) Setelahnya sidang Majelis Hukuman Disiplin ASN untuk penetapan sanksi final.

“BRIN meminta maaf, khususnya kepada seluruh warga Muhammadiyah, atas pernyataan dan perilaku salah satu sivitas BRIN, meskipun ini adalah ranah pribadi yang bersangkutan,” pungkas Handoko.

Untuk selanjutnya Kepala BRIN menghimbau para periset BRIN untuk lebih bijak dalam menyampaikan pendapat di media sosial dan mengedepankan nilai BerAkhlak (berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif).

Seperti kita tahu bermula dari postingan akun faceBook milik Thomas Djamaludin (TD). Lantas direspon komentar AP Hasanudin (APH). Malah panjang lebar, sarat emosi. Memancing emosi pula dari warga net lain. Terkesan ingin beroleh pujian. Konon pula Thomas itu seniornya. Betapa pun di laman medsos (facebook -pen). Bukan ruang hampa. Sejatinya di planet publik.

Tak cukup, pihak Muhammadiyah “meminta penegak hukum usut tuntas kasus peneliti BRIN.” Seharusnya membuat laporan polisi (LP). Tak cukup, Kepala BRIN — Laksana Tri Handoko “siap memberi hukuman disiplin penelitinya yang mengancam Muhammadiyah” ( running text tvOne -pen). Sekadar hukuman disiplin terkesan “menutupi” aib BRIN. Tak cukup lewat Majelis Etik ASN. Lebih dari cukup pula alasan pemecatan. Atau yang bersangkutan menyatakan mundur. Proses hukum berlanjut. Demi nama baik, reputasi dan wibawa lembaga.

Tak cukup pula, APH berniat menemui pihak Muhammadiyah. Untuk klarifikasi dan permohonan maaf. Sekaliber peneliti BRIN, sejatinya APH melakukan pendekatan akademis. Kajian yang bakal lebih produktif. Sebuah proses pencerahan yang justru bakal memberi manfaat bagi khalayak.

Soal simpelnya, Muhammadiyah mendasarkan perhitungan hisab hakiki wujudul hilal. Pemerintah melalui Kemenag menggunakan metoda rukyat. Lantas diputuskan sidang isbat (penetapan). Sejatinya, tak perlu dipertentangkan. Keutamaan “bersama, bersatu dalam perbedaan”.

Sumber kami di lingkaran BRIN mengatakan para peneliti yang berkasus saat ini sebenarnya orang LAPAN dulunya, ” Jadi tak paham kami di BRIN juga binggung dengan sikap mereka,”jelas sumber yang enggan disebutakan namanya itu.

Jika agenda pemeriksaan hari ini yang menyidangkan maka, Sidang Majelis Etik ASN, diagendakan dan setelahnya sidang Majelis Hukuman Disiplin ASN untuk penetapan sanksi final. itu kita tunggu apa sidang final itu?

RNZ/JAKSAT