ilustrasi

Pilihan Sulit Prabowo

Oleh Budiana Irmawan
(Penulis Pemerhati Kebijakan Publik)

Kendati dibalut agenda silaturahmi Idul Fitri pertemuan Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto mengundang pertanyaan. Isu merebak Prabowo diminta mendampingi Ganjar Pranowo yang sehari sebelumnya diusung PDIP resmi calon presiden.

Padahal, tidak ada sepatah kata pun dari mulut Jokowi. Begitu pula sebaliknya, Prabowo hanya menjawab pertanyaan wartawan atas kemungkinan menjadi calon wakil presiden. Ia masih bersikukuh sesuai keputusan Rapimnas Partai Gerindra, bahwa Prabowo calon presiden.

Ganjar Pranowo sendiri tidak memberi sinyal kuat. Malah menepis wacana duet bersama Prabowo dengan kelakar, “kandani aku duete karo Ahmad Albar”.

Artinya, tertutup pintu koalisi PDIP dengan Partai Gerindra. Pertemuan Jokowi dan Prabowo tidak lebih sekadar basa-basi politik.

Sementara PPP (Partai Persatuan Pembangunan) langsung menyokong capres Ganjar Pranowo. Melalui Mardiono Plt Ketum PPP mengatakan suara arus bawah mendukung capres Ganjar Pranowo.

Gayung bersambut PAN (Partai Amanat Nasional) memperkuat barisan yang memang sejak awal sudah mengusung pasangan kandidat Ganjar Pranowo-Erick Thohir.

Berdasarkan peta itu, KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) tidak relevan lagi, tinggal menyisakan Partai Golkar yang belum memberikan kepastian. Bahkan melihat pragmatisme Partai Golkar dan determinasi Luhut Binsar Panjaitan kecenderungan Partai Golkar merapat ke Ganjar Pranowo.

Kalkulasi Prabowo

Di titik ini, Partai Gerindra dihadapkan situasi dilematis. Tentu mayoritas fungsionaris partai terutama calon anggota legislatif tetap memaksakan Prabowo calon presiden. Mengingat dampak ekor jas (coattail effect), tanpa perlu kerja keras bisa nebeng popularitas kepada figur Prabowo.

Akan tetapi, jika Prabowo berpasangan dengan Muhaimin Iskandar atau Airlangga Hartarto sekalipun sulit memenangkan Pilpres. Loyalitas relawan Prabowo jauh berbeda dibandingkan Pilpres 2019. Dan dukungan finansial juga lemah setelah ditinggalkan Sandiaga Uno masuk PPP.

Ikut koalisi besar dengan PDIP pun tidak mempunyai nilai tambah buat Partai Gerindra, dan semakin dicibir pemburu kekuasaan.

Menarik andai Prabowo berpikir realistik. Menyusun kekuatan bersama dengan koalisi perubahan yang mengusung Anies Baswedan.
Berpindah haluan Partai Gerindra ini pengubah permainan (game changer) yang justru ditakuti oleh status quo.

Tidak aneh kemudian Presiden Jokowi memanggil Prabowo untuk bertemu di Solo.***