May Day Tuntutan Buruh Tak Pernah Digubris, KSPSI: Buruh Masih Dianggap Belum Membahayakan
JAKARTASATU.COM – 1 Mei atau yang biasa disebut May Day menjadi hari Buruh Internasional. Pada May Day kali ini, buruh melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (1/5/2023).
Massa aksi terpantau mulai berdatangan sedikit demi sedikit pada pukul 9.30 WIB. Dan mencapai puncak kedatangan dalam barisan besar pada pukul 12.00 WIB di depan Gedung DPR RI.
Adapun dalam aksi hari Buruh ini, buruh menuntut cabut UU Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023 dan tolak Peraturan Menteri turunannya, seperti Permenaker No. 5 Tahun 2023.
“Iya intinya itu lah, iya itu ada permen-permen yang lain kan turunan dari itu. Tapi intinya yang undang undang itu harus di ganti dulu, itu dibatain dulu, yang nomor Nomor 6 sekarang. Kan itu pembuatannya juga sudah kontroversial lah ya ada,” ungkap Arief Minardi Sekjen KSPSI.
Tuntutan tersebut bukan hanya dilayangkan saat aksi May Day, melainkan sejak Pemerintah mengumumkan omnibus law hingga saat ini. Dan menurut Arief aksi-aksi lalu yang tidak juga digubris karena Pemerintah yang belum merasa adanya bahaya.
“Dia minta massa besar. Makanya buruhnya ya harus besar-besaran, baru mereka melihat, karena ini masalah jumlah aja. Dia merasa kalau masih 100.000 itu masih dianggap belum membahayakan, jadi mereka itu nunggu kalau sudah bahaya, baru dicabut,” tukas Arief.
Ketua Umum LEM SPSI itu pun berpendapat bahwa seharusnya dalam membuat Undang-undang menggunakan keilmuan dan etika yang berlaku.
“Itu ada patronnya, ada hukum, ada etika. Bukan hanya masalah hukum, hukum sudah dilanggar, etika apalagi, Mahkamah Konstitusi juga dilecehkan. Karena sudah banyak sekali yang dilakukan oleh pemerintah, menurut saya sudah enggak benar gitu. Makanya kami berusaha untuk mengerahkan massa lebih besar lagi, agar dilihat,” tegas Arief.
Arief menjelaskan bahwa upaya seperti 98 apabila terpaksa harus dilakukan. Akan tetapi, dia lebih menekankan untuk melakukan diskusi keilmuan.
Arief mengatakan bahwa dia berharap para buruh menyadari untuk turun ke jalan karena dengan jumlah besar baru mereka (Pemerintah dan DPR) akan melihat.
Lebih lanjut Arief menjelaskan bahwa kuantitas sekarang ini yang dibutuhkan, bukan kualitas karena kualitas sudah dibuktikan di Pengadilan, yakni inkonstitusional.
“Kemudian ditambah lagi sekarang parah bikin perpu bukannya melaksanakan itu malah bikin perpu. Artinya tambah parah lagi kan jadi kualitas sudah jelas. Sekarang tinggal masalah massa sekarang,” ucapnya.
“Makanya kepada anggota seluruh buruh Indonesia mari turun ke jalan. Buktikan bahwa kita ada, kita bisa membuat perubahan negara kita. Jangan orang berbuat salah kita biarkan,” pungkasnya di akhir pernyataan.