Menolak Lupa Pertahankan Demokrasi
Oleh Budiana Irmawan*
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Banyak pengamat terpukau melihat Presiden Jokowi mampu mengendalikan mayoritas partai politik. Ibarat paduan suara hampir semuanya menyetujui setiap kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah.
Bahkan, seorang politisi senior PDIP membandingkan Jokowi lebih hebat daripada Soeharto. Jika Soeharto membutuhkan aparatur negara represif, Jokowi hanya bermodal manuver individual menundukkan potensi oposisi.
Fakta itu bagi para pendukung rezim membanggakan. Tetapi kalau kita berpikir jernih taat asas dengan prinsip demokrasi justru sangat mencemaskan.
Demokrasi mensyaratkan mekanisme umpan balik (feedback) agar setiap kebijakan publik selalu bisa dikoreksi. Pendasaran teoritis yang lalu melahirkan pemisahan pilar lembaga kenegaraan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Ketiga lembaga kenegaraan tersebut memiliki independensi, tidak boleh saling mengintervensi satu sama lain. Otoritasnya hanya berpijak pada hukum impersonal atau peraturan perundangan yang berlaku.
Jadi, kekuasaan tanpa batas membawa demokrasi tergelincir menjadi autokrasi.
Presiden Jokowi memang sukses membaca psikologis elite yang sejak awal bermasalah di mata hukum untuk tujuan membungkam kritisisme. Namun sekaligus tanpa disadari merusak sistem ketatanegaraan.
Konteks ini sebetulnya yang ditegaskan Hariman Siregar ketika peringatan Malari ke 49 di TIM Jakarta. Tentu orang yang mengalami berbagai peristiwa penting punya kepekaan melihat masa depan demokrasi.
Kekuatan demokrasi adalah mengikat dirinya sendiri (self binding) yang bermakna selalu membuka ruang koreksi terhadap rezim berkuasa. Pelembagaan politik atau building block melalui partai politik yang berkompetisi lewat Pemilu.
Artinya, hal biasa sebuah partai politik pemerintah (the ruling party) pada kompetisi Pemilu periode berikutnya kalah dan menjadi oposisi.
Menurut Hariman Siregar, demokrasi mengatur hubungan dalam berpolitik merupakan kesadaran etis yang harus tertanam. Poin penting politik dilandasi rasionalitas dan berorientasi kemaslahatan publik.
Apalagi, kita telah berjuang keras demi menegakkan demokrasi. Jangan sampai mengalami kemunduran.
Karena itu, kita menolak lupa pertahankan demokrasi.
Dirgahayu Bang Hariman, selamat berbahagia.