foto istimewa

JAKARTASATU.COM — Ketidak pastian waktu beroperasi secara komersial atau Commercial Operation Date (COD) Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa-1 dengan kapasitas 1760 Mega Watt (MW) semakin mengkuatirkan dan bisa molor lebih lama lagi.

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, dalam keterangan tertulis hari ini (14/5/2023).

Sebab, menurut CERI, proyek PLTGU Jawa-1 yang terletak di Desa Cilamaya, Kabupaten Kerawang Jawa Barat, dengan total investasi USD 1,75 miliar atau setara mendekati Rp 28 triliun yang awalnya akan dijadikan model pembangkit dengan energi bersih yang paling efisien oleh PLN dengan harga tarif listriknya USD 5,336 sen per KWH adalah pembangkit listrik terintegrasi paling besar di Asia Tenggara, ternyata belakangan terungkap ada masalah dari sisi tehnologi pembangkitnya.

“Sehingga, selain timbul ketidak pastian komersialnya, akan berakibat posisi keekonomian proyek ini jatuh ke zona merah yang berbahaya, yaitu IRR (Internal Rate of Return) nya dibawah 6%,” kata Yusri Usman.

Pasalnya, lanjut Yusri, telah terjadi kontradiksi pernyataan jadwal komersial antara pemilik proyek dengan anggota konsorsium EPC, dalam hal ini terjadi beda pernyataan antara Subholding PT Pertamina NRE (New Renewable Energy) dengan pihak General Electric.

Jika PT Pertamina NRE oleh Direktur Operasinya, Norman Ginting menyatakan kepada awak media (9 Mei 2023) dalam rilis media kinerja PT Pertamina NRE tahun 2022 yang dihadiri juga oleh CEO-nya Danif Saputra, telah menyatakan bahwa PLTGU Jawa-1 untuk unit 1 maupun unit 2 sedang dalam proses commissioning dan ditargetkan sekitar Agustus atau September 2023 akan beroperasi komersial.

Namun berbeda halnya dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Country leader General Electric (GE) Gas Power Indonesia, Goerge Djohan kepada media (12 Mei 2023), bahwa dia menyatakan sekarang lagi commissioning, diperkirakan akan beroperasi komersial pada akhir tahun 2023.

“Sungguh aneh dan menjadi pertanyaan besar terhadap adanya perbedaan keterangan untuk sebuah proyek besar dengan nilai investasi sekitar USD 1,75 miliar, terkesan tidak ada koordinasi bahkan mismanagement di tingkat komando proyek yaitu pihak sponsor atau konsorsium,” ungkap Yusri.

Bahkan, kontradiksi pernyataan diatas seolah-olah mereka ingin membantah pernyataan Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya, ketika dalam kunjungan kerja di Gresik, Jawa Timur pada 5 Mei 2023.

Saat itu, Arifin Tasrif telah menyatakan kepada media, bahwa molornya proyek PLTGU Jawa-1, bahwa yang menjadi biang keroknya karena alat atau engine yang digunakan tidak sesuai dengan standar. lebih menegaskan “ada masalah desain alat, ya ternyata nggak proven dan oleh perusahaan dari negara uncle sam”.

Padahal, PLTGU Jawa-1 sesuai target awal seharusnya sudah beroperasi secara komersial paling lambat pada Desember 2021, lantaran merupakan bagian dari program Jokowi untuk proyek 35.000 MW.

Yusri juga menerangkan, tahapan COD itu diawali first fire, kemudian commissioning, sinkronisasi, performance test dan terakhir reliability test.

Menurut informasi yang diperoleh CERI, pemilihan tehnologi sing shaft combined cycle turbin yang katanya memberikan efisiensi termal tinggi mencapai kisaran 60-65 persen diproduksi GE di Amerika Serikat adalah keputusan bulat anggota konsorsium Jawa Satu dan disetujui pihak PLN.

Adapun anggota konsorsium PT Jawa Satu Power (JSP) adalah, PT Pertamina NRE mengempit saham 40 %, Marubeni Corporation (40 %) dan Sojitz (20%).

Sementara, kontraktor EPC sebagai pelaksana proyek pembangkit terintegrasi pertama di Asia Tenggara telah ditunjuk konsorsium Samsung C&T dengan GE (General Electric) dan PT Meindo Elang Indah.

Adapun pasokan gas untuk PLTGU Jawa-1 berasal dari LNG Tangguh Papua yang diregasifasikan di Floating Storage Regasification (FSRU) Jawa Satu. FSRU yang dibangun di Korea Selatan sudah stand by sejak pertengahan tahun 2021.

“Cilakanya lagi, kami mendapat informasi terbaru selain masalah engine, ternyata pemasangan pipa bawah laut sepanjang 20 km yang harusnya ditanam 2 meter didasar laut, tetapi digelar/ditidurkan di dasar laut (seabed),” ujar Yusri.

Publik menunggu hasil akhir dari proyek PLTGU Jawa satu, apakah problem tehnologinya yang dituding Menteri ESDM sebagai penyebab molornya bisa diatasi oleh perusahaan General Electric, tutup Yusri. (AM)