PETA CAPRES PRA PENDAFTARAN
OLEH Memet Hakim, Pengamat Sosial, Ketua Wanhat APIB.
Indonesia sedang demam capres, memang menjelang 2024 ada pilpres lagi. Jokowi sudah 2 periode sehingga harus diganti yang baru. Tap tampaknya Jokowi dan rejim masih belum puas, ingin terus berkuasa. Entah karena takut diadili, entah karena takut punya utang gede, entah karena masih punya janji ke RRC.
Paling tidak sekarang capresnya sudah mengerucut, 2 capres sudah pasti yakni Anies dan Ganjar dan 1 lagi masih cari teman yakni Prabowo. Bagaimana dengan wakil presiden, jabatan ini sebenarnya penting tidak penting. Disebut penting karena fungsinya pendamping presiden, disebut tidak penting karena tugasnya tidak jelas, cuma jadi ban serep manakala presiden berhalangan tetap, atau saat presiden ke LN.
Dari 3 capres sebenarnya hanya 2 saja, karena GP & PS merupakan calon dari gerbong yang sama, yakni calon penerus dari kubu penguasa sekarang, kita sebut capres plat merah. Capres yang 1 lagi AB merupakan calon dari kubu rakyat, kita sebut capres plat putih. Bisa dikatakan 2 lawan 1 deh.
Dilihat dari segi keberpihakan capres plat merah akan tetap berpihak pada RRC dan para pengusaha, rakyat sekedar objek. Keterbelahan akan tetap berjalan. Itulah sebabnya para pendukungnya berasal dari elemen pemerintah dan pengusaha & investor yang telah menikmati hasilnya. Kubu ini memiliki dukungan dana, aparat keamanan, petugas pemilu dan kekuasaan formal. “Motonya melanjutkan program investasi”.
Capres plat putih berpihak pada rakyat dan negara, tapi tidak memusuhi pengusaha. Keterbelahan akan disatukan, “motonya perubahan”. Para pendukungnya adalah rakyat jelata, yang miskin dana dan tidak punya akses kekuasaan. Yg terlihat adalah semangat juangnya yang tinggi.
Ketiga calon capres ini punya kelemahan dan kelebihan masing masing. Ketiganya alumni perguruan tinggi dari Jawa Tengah yakni UGM di Yogyakarta dan Akabri di Magelang. Ketiganya beragama Islam dan ketiganya pernah menjadi pembantu Jokowi.
Kalau perbedaannya, GP adalah petugas Partai, PS adalah pemilik partai dan AB didukung partai. Serupa tapi tidak sama. “Perbedaan mereka terutama di dalam sikap menghadapi taipan rakus dan pembelaannya terhadap bangsa & negara”.
Posisinya juga berbeda, GP menginduk ke partai sebagai petugas partai, dekat dengan kalangan taipan & penggemar porno, AB menginduk ke UUD 45 yang asli dekat dengan kalangan ulama dan nasionalis, sedang PS berada di pihak penguasa, dekat dengan para taipan & kalangan partai. Purnawirawan terpecah 3 kelompok, masing-masing mendukung idolanya.
Cawapres dari ketiga capres sampai sekarang belum ada yang memastikan. Memang tidak terlalu signifikan pengaruhnya, karena dari sejarah sejak Bung Karno sampe Jokowi capres tidak ada yang menjadi presiden, kecuali Habibie. Jadi siapapun mereka pengaruhnya tidak terlalu tinggi. Tetapi walau bagaimana, wapres yg membantu kemenangan tentu yang diutamakan. Tugasnya terserah presiden.
Sosialisasi rupanya telah filakukan oleh ketiga capres ini, GP & PS masih aktif menjabat dan AB sudah purna tugas. Tentu AB lebih bebas bergerak, tapi yg masih aktif bisa melakukan sosialisasi dengan menggunakan fasilitas negara.
Mungkin banyak yang sudah paham kenapa Jokowi tidak suka terhadap capres plat putih, bahkan menurut salah satu mantan menteri harus dicegah jadi capres. Padahal Jokowi berhasil menjadi presiden salah satunya adalah jasa AB. Sebagai menteri Diknas konon kabarnya ingin menertibkan ijazah palsu (paham kan ?), AB bukan tipe penjilat, bisa berdiri kokoh dalam menjalankan UU. Selain itu capres plat putih ini berani menghadapi taipan rakus dan pejabat yang melanggar UU dan etika.
Yang pasti kompetisi ini akan rame dan menarik. Buat wartawan ini berita hangat terus sampai 2024. Sayangnya jika sudah ada niat bermain curang atau pemenangnya sudah diketahui sejak sekarang. Ini merusak tatanan demokrasi dan tatanan bernegara. Biarlah mereka berkompetisi secara sehat. Jika ada penjahat politik tertangkap basah, cukup dihukum oleh masyarakat saja. Tindakan ini dapat mengurangi niat buruk para petugas di KPU.
Ibarat menonton pertandingan sepak bola, pengamat selalu lebih jeli melihat mereka main di lapangan dan yang main dibelakang lapangan. Sama saja dengan pilpres yang akan digelar ini, hiruk pikuknya sudah terdengar, banyak pengamat dari ketiga capres hadir, memberikan ulasan sesuai pola pikirnya.
Secara alami, tentu ketiga capres ini memiliki para pendukung yg seleranya sama. Tapi siapapun capresnya kita harus hormati, hak memilih dan tidak memilih itu hak setiap orang. Yang tidak boleh itu curang, menyuap, memaksa dan mengarahkan.
Bandung, 15 Mei 2023