Rizal Fadilah: 5 Jalur Mengusut Kasus KM 50

JAKARTASATU.COM – Bersama ratusan massa aksi Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) Pemerhati Politik dan Kebangsaan Rizal Fadillah mendesak Kapolri Listyo Sigit tuntaskan Kasus KM 50 di depan Museum Polri, Jakarta, Rabu (17/5/2023).

Rizal mengatakan bahwa tujuan pertama aksi tersebut adalah menegakkan kebenaran dan keadilan sesuai dengan tuntunan agama.

Adapun targetnya adalah agar Fadil Imran yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri ditangkap.

Dia menjelaskan alasan Fadil harus ditangkap karena melakukan perbuatan pidana obstruction of justice, menistakan TNI dengan membawa Pangdam 5 Jaya yang tidak berkaitan, dan petugas di lapangan memiliki surat tugas resmi dari Kapolda yang saat itu adalah Fadil Imran.

Lalu, Rizal pun mengungkapkan bahwa kasus KM 50 dapat diusut melalui 5 jalur, antara lain:

1. Jalur Novum. Novum yang dapat diberikan adalah AKBP Ari cahya Nugraha alias Acay terbukti merusak CCTV di Duren Tiga dalam kasus pembunuhan Bharada E dan di Kilometer 50. Terdapat siksaan terhadap 6 syuhada dan kesaksian sopir mobil derek yang mengatakan kondisi KM 51 normal.

2. Jalur menyelesaikan rekomendasi Komnas HAM. Rekomendasi Komnas HAM belum dilakukansemua. Seperti asal-usul pistol yang dibawa oleh fadil imran dan 2 mobil penuh penumpang misterius, yakni bernomor polisi B1278KJL Avanza silver dan B1739VWQ Avanza hitam.

“Itu sebenarnya kemungkinan pelaku utama DAri pembantaian 6 syuhada ini, tapi disembunyikan belum diselesaikan penyelidikan dan penyidikannya,” tegas Rizal.

3. Tuntut Komnas HAM yang baru. Rizal merekomendasikan UU untuk menuntaskan kasus, UU No. 26 tahun 2000.

“Itu dilakukan dan kita tuntut Komnas HAM yang baru yang bekerja. Jalur Komnas HAM ini,” katanya.

4. Jalur internasional. Rizal menerangkan bahwa ICC International Criminal Court (Pengadilan Kejahatan Internasional) harus turun tangan dalam menangani kasus KM 50 yang merupakan pelanggaran HAM berat. Atau setidaknya ditangani oleh Committee Against Torture (Komite Menentang Penyiksaan).

“Karena kita yakin tidak bahwa 6 syuhada disiksa. 6 syuhada ini bukan hanya ditembak. Oleh karena itu lembaga internasional harus turun,” ungkapnya.

5. Jalur politik.

“Ini pembunuhan politik oleh karenanya penanggung jawab politik negeri harus bertanggung jawab. Siapa itu? presiden. Jokowi yang harus bertanggung jawab. Kalau Jokowi diam saja, Jokowi harus turun dari jabatannya,” katanya dengan tegas.

Dia pun berharap bahwa perjuangan menuntaskan kasus dapat dilakukan dan dicapai.

MAT/CR-Jaksat