Kampus Merdeka Rektor Dirantai hingga Revolusi Mental Jadi Represi Mental
JAKARTASATU.COM – Mahasiswa yang tergabung dalam 13 Kampus dari Jawa Barat dan Banten dan Departemen Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) menyelenggarakan diskusi bertema “25 Tahun Reformasi Dikorupsi, Bagaimana Masa Depan Generasi Z?” di Auditorium Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja, Bandung, Sabtu (20/5/2023).
Diskusi tersebut menghadirkan sejumlah pembicara dari kalangan aktivis dan akademisi, meliputi Dr. Indra Perwira Dosen Senior Hukum Tata Negara Unpad, Rocky Gerung Pengamat Politik, Aktivis Unpad 80an Paskah Irianto, Aktivis 90 yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus) Gde Siriana dan Mahasiswa Universitas Siliwangi, Tasikmalaya, Harris Aufa. Selain itu ekonom sekaligus mantan aktivis ITB, Dr. Rizal Ramli juga ikut menyampaikan pendapatnya secara daring.
Dalam diskusi tersebut Rocky Gerung menyampaikan keadaan politik hari ini, bahwa hari ini ada kampus merdeka, tapi rektornya dirantai.
“Di era Reformasi ada kultur yang berhenti. Orde Baru Otoriter, tapi kulturnya liberal,” ujar Rocky Gerung.
Rocky juga menjelaskan di masa Orde Baru, pengendalian hanya terjadi saat mahasiswa berusaha untuk mendongkel eksploitasi yang dilakukan Soeharto. Berbeda dengan yang terjadi hari ini.
Sejalan dengan yang disampaikan Rocky Gerung, Aktivis 90an yang juga Direktur Eksekutif Infus, Gde Siriana menyatakan Reformasi gagal mewujudkan konsolidasi demokrasi.
Hari ini, lanjut Gde, demokrasi menjadi industri, seperti semacam Industri Sepak Bola. Pemilik Partai seperti Pemilik Klub, Politisi yang berpindah-pindah partai seperti perpindahan pemain antar klub, terdapat sponsor, yakni cukong oligarki. Selain itu terdapat Lembaga Sure Pay (plesetan survey) ala komentator sepak bola, serta ada yang mengatur score.
Bahkan menurut Gde, Kampus juga telah menjadi alat kekuasaan yang telah diatur.
“Jadi yang terjadi di kampus hari ini bukanlah revolusi mental, melainkan represi mental.” tutupnya.
Gde Siriana juga menyemangati mahasiswa untuk tidak pesimis terhadap perubahan, caranya dengan bergerak dengan jaket almamaternya masing-masing.
Terkait permasalahan tersebut, mahasiswa Universitas Siliwangi, Harris Aufa juga menanggapi bahwa hari ini mahasiswa seperti dihalang-halangi untuk bersikap kritis. Misalnya dengan kehadiran UU ITE mahasiswa menjadi takut menyampaikan pendapat, kampus juga tidak memberi ruang bagi mahasiswa yang kritis. Di akhir diskusi Harris Aufa juga mengajak mahasiswa yang hadir untuk bergerak bersama-bersama demi menentukan masa depan mahasiswa itu sendiri.
MAT/CR-Jaksat